KONSEP PENGAGIHAN, PENDAPATAN DAN KEKAYAAN
(dalam Keadilan Sosial Ekonomi Islam)
Oleh: Syamsuri
A. Pendahuluan
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.
Akan tetapi dalam literatur Islam sendiri, sangat jarang sekali kita temukan tulisan tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam atau sejarah ekonomi Islam. Buku-buku sejarah Islam atau sejarah peradaban Islam sekalipun tidak menyentuh sejarah pemikiran ekonomi Islam klasik. Karena memang kebanyakan buku-buku sejarah Islam lebih dominan bermuatan sejarah politik, ketimbang bahasan tentang ekonomi Islam.
Tetapi bila kita melihat pada ayat-ayat Allah dalam kitab suci al-qur’an, pada dasarnya firman-firmanNya sedikit banyak telah memberikan landasan teoritis tentang pemikiran ekonomi Islam, satu contoh dalam firmanNya:
ŁŲ§Ł Ų§ŁŁŁ ŲŖŲ¹Ų§ŁŁ ŁŁ ŁŲŖŲ§ŲØŁ Ų§ŁŁŲ±ŁŁ " Ų«ُŁ َّ Ų¬َŲ¹َŁْŁَŁَ Ų¹َŁَŁ Ų“َŲ±ِŁْŲ¹َŲ©ٍ Ł ِŁَ Ų§ْŁŲ£َŁ ْŲ±ِ ŁَŲ§ŲŖَّŲØِŲ¹ْŁَŲ§ ŁَŁŲ§َ ŲŖَŲŖَّŲØِŲ¹ْ Ų£ََŁْŁَŲ¢Ų”َ Ų§ŁَّŲ°ِŁْŁَ ŁŲ§َ ŁَŲ¹ْŁَŁ ُŁْŁَ"
Artinya: ”Kemudian kami jadikan bagi kamu sebuah syari’ah, maka ikutilah syariah itu, dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”
Maka jelaslah pada ayat tersebut diatas mengambarkan bahwa Islam sebagai ad-din agama mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna (syumuly). Karena pada dasarnya Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam. Maka masih ingat betul Qaidah yang sering kita dengarkan yang sanggat substansial dalam Islam, yaitu: “al Islam shalih likulli zaman wa makan“ (Islam selalu sesuai dengan ruang dan waktu), kaidah ini sebenarnya terinspirasi dari firman ALLAH SWT; ”Sesungguhnynya kami-lah yang menurunkan al Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya” dan sabda Rasulullah SAW: “ Islam itu unggul dan tidak terungguli ”
B. Latar belakang
Kemunculan ilmu ekonomi Islam pada tiga dasawarsa belakangan ini, telah mengarahkan perhatian para ilmuan modern kepada pemikiran ekonomi Islam klasik. Selama ini, buku-buku tentang sejarah ekonomi yang ditulis para sejarawan ekonomi atau ahli ekonomi, sama sekali tidak memberikan perhatian kepada pemikiran ekonomi Islam.
Apresiasi para sejarawan dan ahli ekonomi terhadap kemajuan kajian ekonomi Islam sangat kurang dan bahkan terkesan mengabaikan dan menutupi jasa-jasa intelektual para ilmuwan muslim. Buku Perkembangan Pemikiran Ekonomi tulisan Deliarnov misalnya, sama sekali tidak memasukkan pemikiran para ekonom muslim di abad pertengahan, padahal sangat banyak ilmuwan muslim klasik yang memiliki pemikiran ekonomi yang amat maju melampaui ilmuwan-ilmuwan Barat dan jauh mendahului pemikiran ekonomi Barat tersebut.
Demikian pula buku sejarah Ekonomi tulisan Schumpeter History of Economics Analysis . Satu-satunya ilmuwan muslim yang disebutnya secara sepintas hanyalah Ibn Khaldun di dalam konpendium dari Schumpeter. Padahal sejarah membuktikan bahwa Ilmuwan muslim adalah ilmuwan yang sangat banyak menulis masalah ekonomi. Mereka tidak saja menulis dan mengkaji ekonomi secara normatif dalam kitab fikih, tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan metodologi yang sistimatis menganalisa masalah-masalah ekonomi. Salah satu intelektual muslim yang paling terkemuka dan paling banyak pemikirannya tentang ekonomi adalah Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun adalah ilmuwan muslim yang memiliki banyak pemikiran dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, politik dan kebudayaan. Salah satu pemikiran Ibnu Khaldun yang sangat menonjol dan amat penting untuk dibahas adalah pemikirannya tentang ekonomi. Makalah ini akan membahas pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun tentang Konsep Pengagihan, Pendapatan Dan Kekayaan (dalam Keadilan Sosial Ekonomi Islam). Pentingnya pembahasan pemikiran Ibnu Khaldun tentang ekonomi karena pemikirannya memiliki signifikansi yang besar bagi pengembangan ekonomi Islam ke depan. Selain itu, tulisan ini juga ingin menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah Bapak dan ahli ekonomi yang mendahului Adam Smith, Ricardo dan para ekonom Eropa lainnya. Dan dalam pembahasan ini pun penulis akan sedikit menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan tajuk dimaksudkan sedikit banyak memberikan penjelasan, antaranya kestabilan sosioekonomi dan konsep hak milik dalam islam untuk tentang hak milik.
C. Biografi Ibnu Kholdun
Ibn Khaldun mempunyai nama lengkap Waliuddin ‘Abd-ar-Rahman Abu Zayd ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Khaldun Al-Hadrami Al-Ishbili. Ibn Khaldun lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M atau pada tanggal 1 Ramadhan 732 H. Nenek moyangnya berasal dari Hadramaut (Yaman) yang bermigrasi ke Seville (Spanyol) pada abad ke-8 M, setelah semenanjung itu ditaklukan Islam. Ia keturunan keluarga bangsawan yang dalam beberapa abad terkenal memiliki keunggulan dalam bidang kepemimpinan politik di Moorish, Spanyol. Akhirnya Ia pindah ke Afrika Barat Laut beberapa tahun sebelum kejatuhan Sevilla ke tangan Kristen tahun 1248 M. seluruh nenek moyangnya merupakan orang-orang istana yang pandai dan mereka juga seorang ilmuwan yang bekerja di istana Raja Hafsid di Bone dan Tunisia .
Pendidikan pertamanya didapatnya dengan cara-cara yang tradisional dengan mempelajari Al-Quran, Al-Hadist, fiqh (ilmu hukum), dan seluk beluk puisi dan tata bahasa Arab (ilmu Nahwu) dari beberapa ilmuwan terbaik yang ada pada saat itu, yang kemudian diterapkan pada dirinya untuk mempelajari ilmu kebatinan Arab dan filasafat Moorish Aristotelian.
Ibn Khaldun meninggal pada tanggal 17 Maret 1406/25 Ramadhan 808 H di Kairo. Dan dimakamkan di komplek pemakaman sufi di luar kota Kairo. Dia memilih dimakamkan di Mesir dengan beberapa alasan, yaitu 1) karena Ibn Khaldun bukan penduduk asli Tunisia melainkam imigran dari Tunisia; 2) keluarganya meninggal dalam perjalanan dari Tunisia ke Mesir sehingga di Tunisia sudah tidak ada keluarganya lagi; 3) sebenarnya Ibn Khaldun tidak memilih meninggal di Mesir, dia tidak peduli karena sebenarnya dia tidak punya kewarganegaraan dan tanah air.
Maka tak heran, bila pemikir Arab, NJ Dawood menjulukinya sebagai negarawan, ahli hukum, sejarawan dan sekaligus sarjana Ekonom. Karena berkat jasa-jasanya terhadap dunia ekonomi maupun pemerintahan, sebagaimana yang tertulis di bukunya yang melegenda Al-Muqaddimah.
D. Konsep Islam dalam kesetabilan masyarakat
Islam meletakan kestabilan hidup bermasyarakat menjadi asas terpenting dalam sistem ekonomi. Kestabilan ini lahir datipada dua factor semula jadi dan budaya. Pertama, factor jadi, manusia berbeza-beza diantara satu sama lain dalam masalah Ilmu pengetahuan, pemikiran dan lain-lain perbezaan dalam persoalan dan spiritual. Kedua, factor budaya atau peraturan penggagihan yang berasaskan kepada bekerja adalah asas pemilikan dan lain-lain hak.
Keadilan merupakan pilar terpenting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur’an sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah (QS.57:25), termasuk penegakkan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan. Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya penegakan keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial. Komitmen Al-Quran tentang penegakan keadilan sangat jelas. Hal itu terlihat dari penyebutan kata keadilan di dalam Al-quran mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti ; kata urutan ketiga yang banyak disebut Al-Quran setelah kata Allah dan ‘Ilm.
Manusia di hidupkan di atas muka bumi ini untuk menjadi kholifah yang bertindak sebagai penggerak kemajuan dan kehidupan yang terbaik berlandaskan kepada kebenaran, kebaikan dan keadilan. Oleh karenanya setiap mereka harus memiliki persediaan dan persiapan agar dapat memainkan peranan yang menyeluruh dan Berjaya. Persiapan yang penting kepada individu ialah persiapan mental, fizsikal dan kerohanian.
Islam juga telah menerima dan menetapkan bahawa, konsep hak ialah mendapatkan peluang sama, adil dan bersifat kemanusiaan dalam masyarakat. Tidak wujud suatu peluang berdasarkan keturunan, asal usul,bangsa dan kumpulan serta apa juga hubungan yang boleh mengetepikan konsep usaha. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an dalam surah al-Najm: 39
Yang maksudnya demikian “ Tidak ada apa-apa bagi seseorang manusia itu kecuali hasil daripada kerjanya.”
Hasil daripada usaha setiap orang itulah yang membezakan pendapatan dan rezeki seseorang itu. Maka dari itu Islam menyeru umatnya agar berusaha karena usaha ialah asas keseimbangan masyarakat. Dan disamping itu Allah juga memberikan peringatan kepada orang yang hidup mewah untuk tidak boros dalam pembelanjaan mereka. Dan tanggungjawab seorang pemimpin adalah merealisasikan keadaan masyarakat yang seimbang dengan pendekatann secara syar’i.
E. Keadilan sosio-ekonomi
Tujuan keadilan sosioekonomi dan distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata, secara aklamasi dipandang sebagai bahagian tak terpisahkan dari falsafah moral Islam dan didasarkan pada komitmentnya yang pasti terhadap persaudaraan kemanusiaan. Sesungguhnya, ada penekanan besar pada keadilan dan persaudaraan dalam al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga nyaris tidak terbayang sebuah masyarakat muslim ideal di mana hal-hal ini tidak diaktualisasikan di dalamnya. Keduanya secara esensial merupakan dua profil dari satu wajah. Keduanya tidak dapat direalisasikan tanpa adanya distribusi pendapatan dan kekayaan. Karenanya sasaran-sasaran ini terintegrasi kuat ke dalam seluruh ajaran Islam sehingga realisasinya menajdi suatu komitmen spiritual masyarakat muslim.
Berbeda dengan kepedulian kapitalis kepada keadilan sosioekonomi dan distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata, ia tidak didasarkan pada komitment spiritual terhadap persaudaraan kemanusiaan; ia lebih disebabkan karena tekanan kelompok. Karena itu, system sebagai keseluruhan, teerutama aspek perbankan dan ekuangan, tidak diperuntukan mencapai sasaran-sasaran ini dan distribusi kekayaan dan pendapatan tidak adil tetap berlanjut. Akan tetapi karena adanya pengarus sosialisme dan tekanan-tekanan politik, sebagai usaha telah dilakukan untk mengurangi ketidak adilan inji, terutama lewat perpajakan dan pembayaran transfer, betapapun juga upaya-upaya ini terbukti sanggat tidak efektif.
Sehingga, tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik oleh bank konvensional (kapitalis) dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar (konglomerat). Lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini semakin jelas terjadi di Indonesia. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar.
Berbeda dengan Islam, Islam percaya dapat mengikis akar ketidakadilan ini daripada sekedar meringankan beberapa gejala. Ia memasukan kedalam keimananya sejumlah tindakan yang tidak membolehkan suatu distribusi yang tidak adil terjadi. Disamping itu, ia memiliki sebuah program yang sudah terpasang untuk mengurangi ketidakadilan yang masih tersisa dengan pembayaran zakat dan sejumlah metode lain untuk menciptakan suatu distribusi pendapatan yang manusiawi dan seirama dengan konsep persaudaraan kemanusiaan.
Jadi, konsep keadilan sosio ekonomi dalam Islam berbeda secara mendasar dengan konsep keadilan dalam kapitalisme dan sosialisme. Keadilan sosio ekonomi dalam Islam, selain didasarkan pada komitmen spritual, juga didasarkan atas konsep persaudaraan universal sesama manusia.Al-Quran secara eksplisit menekankan pentingnya keadilan dan persaudaraan tersebut. Menurut M. Umer Chapra, sebuah masyarakat Islam yang ideal mesti mengaktualisasikan keduanya secara bersamaan, karena keduanya merupakan dua sisi yang sama yang tak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kedua tujuan ini terintegrasi sangat kuat ke dalam ajaran Islam sehingga realisasinya menjadi komitmen spritual (ibadah) bagi masyarakat Islam.
F. Konsep Kepemilikan Kekayaan dalam Islam
Kekhasan konsep kepemilikan individu dalam Islam terletak pada kenyataan bahawa adanya legitimasi hak milik tergantung pada moral yang dikaitkan padanya, sepert juga suatu jumlah matematika tergantung pada tanda aljabar yang berkaitan denganya.
Islam sanggat memelihara keseimbangan antara hal-hal berlawanan yang terlalu berlebihan. Tidak hanya dengan mengakui hak milik priadi tetap juga menjamin pembagian kekayaan yang seluas-luasnya dan paling bermanfaat melalui lembaga yang didirikanya, dan melalui peringatan-peringatan moral. Hal ini akan menjadi jelas jika kita menerangkan ketentuan-ketentuan pokok mengenai hak milik kekayaan pribadi dan metode penggunaanya. Dan Islam juga sanggatlah memperhatikan hak kepemilikan individu, akan tetapi kepemilikan tersebut tidaklah berarti kepemilikan yang asli, melainkan kemepilikan dalam bentuk sementara, karena yang Maha segalanya hanyalah Allah SWT.
Al-qur’an yang menjadi dasar semua hukum Islam, telah tegas menyatakan bahawa Allah-lah pemilik mutlak segala sesuatu (Q.S. Ali Imran:3:189). Manusia hanya menjadi kholifah Allah di muka Bumi. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahawa Allah menciptakan segala sesuatu itu untuk dirNya sendiri. Pada Al-Qur’an dinyatakan “ Dia Allah yang menjadikan segala sesuatu dimuka bumi ini untuk kamu” (Q.S, Al-Baqarah: 2:29) penuh dengan arti penting yang agung.
Maksudnya ialah ayat ini menekankan bahawa apa yang telah diciptakan Allah dimiliki secara kolektif oleh seluruh masyarakat manusia. Secara hukum hak milik individu adalah hak untuk dimiliki, menikmati dan memindah tangankan kekayaan yang diakui dan dipelihara dalam Islam. Tetapi mereka mempunyai kewajiban moral dalam memberikan sedekah dari sebahgian hartanya, karena kekayaan itu juga milik masyarakat bahkan hewan. (q.S AdDzariat:, 51:59)
Kewajiban ini telah merupakan bentuk hukum dan telah diberlakukan degan sanksi-sanksi hukum, tetapi bagian terbesar diperoleh dengan suka rela yang dilakukan oleh semua yang bersangkutan karena keingginan untuk mencapai keuntungan moral dan sepiritual yang setinggi-tingginya. Sesungguhnya dilengkapinya kewajiban-kewajiban hukum yang menjamin jumlah terkecil yang tidak dapat dikurangi lagi dengan kewajiban-kewajiban moral yang harus dilaksanakan melalui upaya suka rela, berlaku di setiap bagian masyarakat Islam.
G. Ukuran Pengagihan Pendapatan
Umumnya pengagihan pendapatan boleh dilihat dari pada dua aspek iaitu pengagihan fungsi dan pengagihan personal, atau boleh juga dikaji dengan tiga peringkat iaitu: pengagihan mengikut saiz, pengagihan fungsi dan pengagihan dalam kategori factor tersebut. Pengaihan fungsi dapat dilihat kepada factor pengeluaran secara mikro yakni dengan melihat kembali pengeluaran secara individu dan sumbangan-sumbangan yang diterimanya, atau aspek makronya dengan melihat kepada pembahagiaan pendapatan Negara kepada kategori masyarkaat yang dikelaskan kepada golongan pekerja, pengusaha, pemilik tanah dan tuan yang punya modal.
Pengagihan mengikut saiz ini mula diperkenalkan oleh Ibnu kholdun dalam bahasanya tentang upah buruh yang termasuk didalamnya juga mengkaji tentang pengagihan pendapatan diantara isi rumah-isi rumah yang berbeza tanpa merujuk kepada golongan kelas social mereka. Dan ia menambahkan ketidak samaan didalam pengagihan pendapatan ini disebabkan adanya perbezaan tingkat upah dalam suatu pekerjaan. Kenapakah setengah pekerjaan mendapat gaji yang lebih berbanding dengan pekerjaan lain. Tidak lain sebab daripada itu semua karena adanya perbezaan terhadap keperluan suatu kaum pada buruh dan tingkat keahliaan yang dimiliki masing-masing pekerja. Sebagaimana yang diungkapakan oleh Ataul Haq ia menjelaskan gaji buruh tidak boleh ditentukan berdasarkan sumbangan dari segi daya pengeluaran sut mereka berdasarkan keperluan asas dalam kehidupan mereka. Kaedah ini tentunya lebih adil karena mengambil kira permintaan berkesan. Buruh juga berhak berkongsi untung bersama-sama dengan pihak pengurusan sebagaimana modal.
H. Konsep pengagihan Pendapatan
Pengagihan dalam Islam mempunyai system yang khusus berasaskan kepada setiap orang mendapat hak mereka dengan sempurna, mencukupi mempunyai arti yang berbeza mengikut perubahan masa karena maksud mencukupi itu sanggat luas, meliputi keperluan kehidupan masyarakat Islam sama masa senang atau susah.
Kerajaan wajib menyediakan barang untuk memuaskan kehendak dan keperluan asasi rakyat sama ada makana, pakaian dan peninapan. Kepuasan itu meliputi kuantiti dan kualiti serta pelbagai perkara sejajar dengan tahap kehidupan masyarakat Islam. Kerajaan juga perlu menyediakan keperluan lain yang diperlukan oleh masyarakat dari satu masa ke satu masa dengan secukupnya.
Kepuasan yang dianjurkan oleh Islam adalah melalui pelbagai cara kerja yang dihalalkan sama ada dengan kemahiran akal atau tulang empat karat. Dan Islam menyelesaiakan keperluan dan masalah kemiskinan yang menimpa seseorang, dan mengharamkan pembaziran dan kemewahan mengikut tuntutan nafsu syaethan.
Lahirnya kekayaan yang berbeza dalam sebuah masyarakat itu ada hak kepada fakit miskin untuk melepaskan kesuksesan mereaka yang standing dengan kehidupan masyarakat sederhana. Islam juga menjamin perlindungan, keadilan dan pebangunan. Islam tidak melihat pemabngunan satu pihak seperti memihak kepada kebendaan dan tidak memberikan perhatian kepada kerohanian.Sebaliknya Islam menjadika kedua factor bersatu secara setempat dan saling memperteguhkan satu sama lain seperti kesatuan alam kesatuan kehidupan serta kehidupan manusia.
Islam merupakan agama penyatuan antara ibadat dengan muamalat, akidah degan syari’at, kebendaan dengan kerohanian, nialai ekonomi dengan nilai spiritual dan nila yang dari langit dengan bumi. Dan Islam juga menjelaskan pengagihan pendapatan kepada rakyat secara meluas dan mendalam, sehingga menjangkau agihan terhadap pengeluaran barangan dan perkhidmatan serta merangkum persoalan yang lebih terperinci lagi iaitu agihan sumber-sumber alam. Islam merajui perkara ini secara poisitif dan membagika sumber tersebut kepada beberapa bagian serta mempunyai sifat yang tersendiri seperti pemilik persendirian, pemilikan awam dan pemilikan kerajaan.
Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro baik dalam system ekonomi Islam maupun kapitalis sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek social dan politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam dan konvensional sampai saat ini.
Pada saat ini realita yang nampak adalah telah terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan dan kekayaan baik di negara maju maupun di negara-negara berkembang yang memepergunakan system kapitalis sebagai system ekonomi negaranya, sehingga menciptakan kemiskinan dimana-mana.
Sistem ekonomi kapitalisme dengan doktrinnya “Liberalisme” memang telah mampu membuat kemajuan dan kekayaan (membuat dunia menjadi gemerlap). Namun, hendaknya kita tidak terjebak pada “tampilan” luarnya saja, karena sesungguhnya yang terjadi dilapangan tidaklah demikian. Dengan kata lain, ia hanyalah kemajuan yang semu. Sesungguhnya kemajuan yang terjadi hanyalah milik segilintir orang saja, yakni bagi mereka yang “berkantong besar”. Kemajuan dan kekayaan memang sangat nampak. Gedung-gedung pencakar langit dapat kita lihat di berbagai kota di dunia. Mobil-mobil mewah bertebaran dimana-mana. Namun, pada saat bersamaan banyak kita jumpai orang-orang yang mati karena kelaparan dan mal nutrisi di Asia dan Afrika. Inilah hakikat dari nilai liberalisme yang mereka anut dan sebarkan ke negara lain, sangat jauh dari keadilan.
Maka Islam sendiri sebagai agama yang mengatur segala tatanan kehidupan manusia baik mu'amalah dengan manusia dalam arti ikut serta menjaga hubungan harmonis antar sesame dengan meniadakanya ketidakadilan, maupun mu'amalah dengan Allah sebagai hamba yang harus berbakti dan taat terhadap ajaran-ajaranya, maka dalam kitabnya Al-Qur'an telah jelas memberikan gambaran posisi manusia dalam pengagihan.
Segala kerajaan di langit dan dibumi ini adalah milik hak mutlak Allah SWT. Yang tidak dapat dipertikaikan lagi. (al-qur'an, 5:17, 120,20:6).
Dengan demikian jelaslah bahawa hak milik manusia hanya berdasarkan kepada konsep kesemtaraan sebagai melaksanakan amanah yang telah dikurniakan oleh Allah. Namun pemilikan ini masih dalam bentuk sementara, mempunyai ketentuan dan etika-etika tertentu , adapun aturan-aturan itu ialah:
1. Tidak boleh makan barang hak milik orang lain dengan cara bathil (al-qur'an, 2:188)
2. Dan tidak boleh menafkahkan harta dengan niat ria'. (al-qur'an. 4:38),
3. Serta menjatuhkan hukuman potong tanggan keatas mereka yang mencuri.
Pengagihan hak milik faktor-faktor pengeluaran dikalangan manusia ini adalah penting dalam penghidupan mereka dan sesuai pula dengan suruhan al-qur'an (62:10) yang memberikan hak manusia untuk bekerja.
Karena prinsip utama dalam menentukan pengagihan ialah keadilan dan kasih saying. Maka tujuan agihan terbagi menjadi dua;
Pertama, agar kekayaan tidak terlonggok kepada sekelompok kecil masyarakat tetapi terus menerus beredar dalam masyarakat.
Kedua, pelbagai factor pengeluaran yang ada perlu mempunyai bahagian yang adil dalam kekayaan Negara.
Memang benar islam memberikan penekanan penyucian dan pembersihan jiwa manusia untuk mewujudkan suatu system hidup yang saksama, tetapi ia tidak pernah menetepikan pertimbangan yang praktikal. Islam mencapai objektifitas pengagihan harta yang adil dalam masyarakat melalui pendidikan dan latihan moral, walau bagaimanapun untuk memastikan kesan yang dikehendaki dapat dicapai, sewajarnya diambil undang-undang yang tertentu.
Walau Bagaimanapun jelas bahawa Islam tidak menyetujui atau mengesyorkan kesamarataan dalam agihan kekayaan. Sebagai contoh, oleh karena kesihatan dan kekuatan jasmani, serta keupayaan yang berbeza di kalangan manusia menyebabkan sumber pengeluaran dan agihan yang dimiliki tidak sama rata.
Oleh yang demikian, tujuan utamanya ialah untuk memberikan peluang yang sama kepada semua orang dalam perjuangan ekonomi tanpa mengira status social mereka. Di samping itu ia tidak membenarkan ketidaksamaan dari segi kekayaan wujud di luar batasan yang tertentu dan berusaha mengekalkanya dalam batasan-batasan yang menusabah dan saksama. Maka dalam rangka untuk mengawal pertumbuhan dan penumpuan harta, Islam menghalang pengumpulan harta semata-mata dan meggalakan supaya membelanjakanya untuk kebajikan masyarakat.
Seorang tokoh ekonom klasik Ibnu Kholdun dalam bukunya Muqodimah telah banyak memberikan penjelasan gambaran tentang ukuran pengagihan dalam konsep Islam, ia mengatakan bahawa
Ringkasnya hasil keluaran daripada penggunaan sumber-sumber alam tadi bukan sahaja dapat menikmati oleh mereka yang terlibat secara langsung dengan pengunaan sumber-sumber alam itu atas sebab-sebab seperti tidak berupaya, uzur, sakit, tua, cacat dan sebagainya tetap mempunyai hak ke atas hasil keluaran berkenaan. Maka muhammad Syukri Saleh menambahkan dalam bukunya bertajuk Pembangunan berteraskan Islam, pengagihan semula pada peringkat keluaran hasil boleh dilakukan dengan dua cara;
Pertama, melalui pendidikan akhlak untuk menyedar dan memahamkan umat Islam bersabit dengan tanggungjawab mereka mengagihkan semula hasil keluaran. Maka disini iman memerankan peran penting karena sebenarnya pengagihan semula melalui zakat misalnya.
Kedua, melalui langkah-langkah pelaksanaan syari'at ini kepada dua, iaitu. Pertama langkah positif dan kedua disebut langkah melarang atau langkah negatif. Maksudnya daripada langkah positif ini ialah dianjurkan agar hak sosial minimum yang diperlukan oleh masyarakat umum dapat dipastikan, lalu mempertahankan keadilan pengagihan dan membentuk satu keadilan sosial. Sedangkan langkah-langkah melarang pula dianjurkan agar amalan-amalan negatif yang menggugat kesejahteraan dan keadilan masyarakat dihapuskan.
I. Konsep Pendapatan
Sejak dahulu hingga sekarang masih berlangsung kontroversi luas dan sengit tentang pokok persoalan distribusi pendapatan nasional antara berbagai golongan rakyat di setiap Negara demokrasi di dunia. Hal ini semua disebabkan karena kesejahteraan ekonomi rakyat sangat tergantung pada cara distribusi seluruh pendapatan nasional. Menurut Umer Chapra ia mengemukakan bahawa teori distribusi hendaknya dapat mengatasi masalah distribusi pendapatan nasional di antara berbagai kelas rakyat, pasalnya macam dan bentuk rakyat tidaklah sama dalam segi ekonomi dan pendapatanya, hanya sebahagian kecil mereka yang kaya raya, sedangkan sebahagian besarnya mereka dalam keadaan miskin.
Perbezaan-perbezaan keadaan diantara penduduk dari sisi pendapatan menurut ibnu kholdun adalah akibat oleh perbezaan cara-cara mereka mendapatkan nafkah hidup . Beliau juga menambahkan sudah sepatutunya Organisasi social membolehkan mereka saling Bantu membantu kearah itu dan ianya bermula dengan keperluan hidup secara sederhana, sebelumnya mereka beroleh kesenangan dan kemewahan.
Selanjutnya perolehan Pendapatan disini beliau bagi menjadi dua macam iaitu:
Pertama, Pendapatan Secara Individu salah satu contohnya ia mengambarkan bahawa seseorang memungkinkan untuk hidup dengan cara bertani, menanam sayur-sayuran dan menanam biji-bijian, ada pula yang hidup dengan cara berternak kambing dan biri-biri, lembu, kambing, lebah dan ulat sutera untuk dikembang biakan dan untuk mendapatkan hasil keluaranya. Mereka yang hidup dengan bertani atau memelihara binatang tidak boleh mengelak daripada harus berada di padang pasir, sebab ianya mempunyai tanah yang luas, padang rumput untuk mengembala binatang, dan lain-lainya yang tidak kedapatan di kawasan tinggal menetap. Oleh yang demikian adalah mustahak untuk membatasi diri mereka di padang pasir sahaja.
Kedua, Pendapatan Negara:
Pada penghujung kerajaan, cukai hanya menghasilkan yang sedikit daripada taksiran yang banyak. Sebabnya ialah apabila sebuah kerajaan itu mematuhi apa yang disyaratkan oleh agama Islam, ia hanya mengenakan cukai sebagaimana yang ditentukan oleh syari’at agama, maka menurut beliau pendapatan-pendatan Negara yang memacu pada syari’at Islam itu antaranya:
a. Zakat
Zakat ini merupakan sumber utama pendapatan di dalam pemerintahan Negara Islam periode klasik, karena zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang mewajibkan pada umatnya untuk mengsucikan sebahagian harta bendanya yang selanjutnya harta tersebut akan disalurkan kepada delapan golongan yang berhak menerimanya.
Dan zakat disini sanggat berpengaruh sekali terhadap berbagai sifat dan cara pemilikan harta benda (atau kekayaan). Misalkan pada kekayaan yang ditimbun, hasil pertanian, pajak atas modal hewan dan sebagainya. Harta tersebut dikenakan zakat jikalau telah mencapai nilai minimum yang disebut dengan istilah Nishab.
Pelaksanaan zakat secara ekonomik juga dapat menghapus tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta sebaliknya dapat menciptakan redistribusi yang merata, disamping dapat pula membantu mengekang laju inflasi. Selain perkembangan tak menentu dari peredaran mata uang di dalam negeri, kekurangan barang dan kecepatan peredaran uang, distribusi kekayaan yang tidak tepat dan tidak merata dapat pula mengakibatkan timbulnya inflasi dan kehancuran pasar. Maka penanganan pajak zakat secara bertahap dapat menciptakan kondisi keseimbangan tata-ekonomi seperti yang diinginkan.
b. Cukai derma (shadaqah)
Derma adalah bantuan yang berupa wang kepada perkumpulan dll, atau pemberian yang ikhlas kepada seseorang.
c. Cukai Tanah (kharaj)
Kharaj adalah sejenis pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama ditaklukan oleh kekuatan senjata, terlepas dari apakah si pemilik itu seorang yang dibawah umur, dewasa, seorang bebas, budak, muslim ataupun tidak beriman.
Adapun cara dalam pemungutan kharaj ada dua jenis:
Pertama, Kharaj menurut perbandingan (muqasimah) yaitu ditetapkan porsi hasil seperti setengah atau sepertiga hasil itu, adapun waktu pemungutanya biasanya hanya sekali panen.
Kedua, kharaj tetap (wazifah) adalah beban khusus pada tanah sebanyak hasil alam atau uang persatuan lahan, pemungutanya menjadi wajib setelah lampau satu tahun.
d. Dan Cukai pemberian hak bersuara (jizyah)
Jizyah adalah pajak yang dikenakan kepada orang selain Muslim, sebagai imbalan untuk jaminan yang diberikan oleh suatu Negara Islam pada mereka guna melindungi kehidupanya, mislanya harta benda, ibadah keagamaan dan untuk pembebasan dari dinas militer. Dan golongan non-Muslim yang dikenakan jizyah itu disebut Dhimmi.
Akan tetapi prespektif terhdap istilah Dhimmi tersebut mengalami kontrofersi. Ada yang mengakatan bahawa jizyah dari orang dhimmi adalah sewa atas tanah unutk tinggal di Negara Islam. Adan juga yang mengatakan jizyah itu untuk hukuman bagi kaum dhimmi atas keyakinanya dengan tujuan untuk menghina mereka. Demikianlah halnya ketika mereka dalam proses membayar jizyah tersebut mereka dinista dengan kata : “ Hai dhimmi..! atau hai, musuh-musuh tuhan! Bayarlah jizyah.”
e. cukai kastam atau cukai dalam urusan perdagangan (seorang raja mengenakan cukai ini terhadap harga-harga di pasar dan barang-barang import di pintu kota-kota.
Bentuk dari pemungutan cuakai kastam ini pernah dilakukan pada zaman kholifah ‘Umar yang mengangkat para Ashir dan memerintahkan mereka memungutnya dari para pedangan Muslim, Dhimmi dan para Harbi suatu Negara tetangga non-Muslim sampai sejumlah yang dipungut oleh Negara tersebut. Para Harbi tunduk dan patuh dengan pelaturan Negara Islam, karena mereka memperoleh perlindungan Negara Islam selama mereka tinggal disana.
f. Barang rampasan
Barang rampasan merupakan salah satu sumber pendapatan Negara islam, dimaksudkan barang rampasan perang disini ialah harta benda yang diambil dengan kekerasan selama perang. Sebelum kedatangan Islam biasanya para suku menyimpan seluruh barang rampasan dalam perang. Tapi berangsur-angsur Islam membawa perubahan dalam pandangan mental tentara perang Muslim. Islam membatasi tuntutan tentara penakluk pada empat perlima dari seluruh hasilo ldengan menahan seperlima bahagian rampasan untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini berdasarkan Firman Allah:
Maksunya: “ ketahuilah, sesungguhnya apa sahaja yang dapat kamu peroleh sebahagian rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rosul, kerabat rosul, anak-anak Yatim, orang-orang miskin dan musafir” (Q.S: Al-Anfal: 8:41)
Dizaman Nabi hal ini dilaksanakan, akan tettapi setelah beliau wafat, kholifah Abu baker dan Khjalifah Umar membagi seperlima rampasan itu menjadi tiga bahagian; unutk anak yatim piatu, fakir miskin, dan musafir sahaka.
J. Konesp kepemilikan Kekayaan
Kekayaan ialah segala sesuatu yang dijadikan Allah. Dijadikanya kekayaan tidak lain untuk memberikan kemudahan dan kesenangan makhluqNya. Kekayaan terdiri daripada sumber-sumber asli seperti tanah pertanian, padang rumput, hutan, air, gas dan segala sumber yang boleh mengkatkan pengeluaran binatang, perndustrian, perniagaan dan setap usaha yang dapat diterokai oleh manusia untuk mendapatkan hasil, keindahan dan manfaatnya.
Dan setiap makhluq manusia dapat menggunakan manfaat kekayaan tersbut dan semua isi alam juga untuk manusia seluruhnya. Setiap orang mendapat abuan untuk kehidupan mereka. Kekayaan itu pula menjadi hak semua penduduk ala mengikut habuan yang telah ditentukan Allah kepada mereka.
Maka dapat kita fahami jika kekayaan itu ciptaan Allah seperti sumber alam di merata tepat degan kemahuanNya sendiri, maka seseorang individu tidak boleh mendakwakan bahawa kekayaan itu dijadikan bukan sebagai milik mereka secara total. Kekayaan Allah adalah meluas dan untuk seua manusia. Ole sebab itu semua penduduk atau ahli masyarakat mempunyai hak masing-masing yang sedang dimiliki ole orang lain yang mementingkan dirinya sendiri.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr, ayat: 7
’’ Ketetapan itu supaya harta itu tidak hana beredar di antara orang-orang kaya dari kalangan kamu”.
Ayat ini memberikan ingatan bahawa kekayaan yang tidak disuaki Allah ialah kekayaan yang hanya dimonopoli oleh golongan tertetu iaitu orag kaya sahaja. Barpun kekayaan itu berpunca dari sumber yang halal, mereka tetap tergolong orang yang tidak baik prbadinya. Nash al-qur’an tersebut memberikan penjelasan bahawa kekayaan yang keji itu bermula daripada pemiliknya karea ia menedar dan mengagihkan harta itu di kalangan setaraf dengannya sahaja melalui tiga cara:
Pertama, membatalkan pemilikan khusus yang masih dikuasai oleh ramai orang. Hak itu masih menjadi hak orang ramai disebabkan mereka ialah salah satu anggota masyarakat yang memiliki kekayaan itu.
Kedua, kekayaan yang dimonopoli oleh golongan orang berada sahaja boleh menghapuskan konsep kepemilikan umum dan khusus secara keseluruhanya.
Ketiga, menjadi penghalang kepada individu untuk mengamalkan kebebasa berekonomi da membangun haknya untuk membuat pelaburan dan kemajuan karena mereka menyekat peluang orang lain untuk mendapatkan hak masing-masing.
K. Kaedah Keadilan dalam Pengagihan Pendapatan
Dengan penuh sedar bahawa konsep keadilan itu mencakup aspek dan dimensi hidup, bukan terikat dengan aspek ekonomi atau pembangunan semata-mata, akan tetapi lebih dari itu. Maka dalam sub bab ini penulis mencoba akan menguraikan sedikit tentang keadlian pengagihan dalam kekayaan. Maka ada beberapa dasar yang menyebabkan dalam keadilan pengagihan itu, diantaranya ialah:
1. Ia adalah salah satu isu kontroversial dalam pembangunan yang sering menjadi tumpuan perbincangan
2. ia merupakan salah satu punca krisis pembangunan lazim
3. ia adalah salah satu tiang pembangunan dan perlu kiranya diambil dalam suatu perancangan pembangunan yang berdasarkan konsep keadilan Islam.
Pengagihan pendapatan dan kekayaan pada suatu negara itu mestilah menempati dua aspek penting iaitu pengagihan sumber-sumber asli dan faktor oengeluaran sebelum berlakunya proses pengeluaran dan aspek kedua pengagihan habuan daripada hasil proses pengeluaran tersebut. Atau dengan kata lain pengagihan sebelum pengeluaran dan pengagihan selepas pengeluaran. Islam telah mengariskan beberapa kaedah bagi memastikan pengagihan dalam masyarakat berlaku dengan adil. Maka kaedah-kaedah itu ialah:
1. memastikan keadilan dalam pengagihan dan pemilikan sumber-sumber semjula jadi sebelum berlakunya proses pengeluaran.
Kaedah ini sanggatlah perlu sekali dalam rangka untuk memastikan peluang-peluang yang seksama diberikan kepada setiap individu untuk turut sama dalam proses pengeluaran di samping menghindari daripada pemusatan kepemilikan pada golongan tertentu sahaja.
Oleh karena ini perhatian ditumpukan kepada faktor sumber semula jadi tanpa mengambil kira faktor buruh dan modal. Ini dikarena modal bukanlah sumber asli yang mana modal adalah kekayaan yang dihasilkan manusia. Dan sementara faktor buruh bukan termasuk element yang bersifat benda.
2. memastikan pemilik faktor pengeluaran menerima hak utama (primary right) hasil sumbangan mereka dalam proses pengeluaran.
Islam memastikan bahawa pemilik faktor pengeluaran menerima hasil untuk dirinya daripada segala pendapatan yang dihasilkan oleh proses pengeluaran. Dengan adanya peringkat-peringkat khusus dalam pengeluaran sesuatu barang, maka hasil yang diperolehi tidak semua dimilki seorang individu sahaja tetapi perlu diagihkan di kalangan pemilik faktor pengeluaran yang telah menawarkan faktornya dalam proses pengeluaran.
3. hak kedua (secondly right) dalam agihan pendapatan
maksudnya ialah dengan memastikan bahawa setiap individu yang berhak mendapat hak keduanya menerima bahagian masing-masing melalui sistem agihan semula. Dan persoalan ini timbul karena kaedah kedua diatas tidak semestinya menjamin setiap individu memperolehi pendapatan yang mencukupi bagi menampung keperluan diri dan keluarganya. Ini amatlah jelas karena manusia diciptakan oleh Allah dengan berbeza-berza sifat, kebolehan dan keupayaanya. Dengan demikian mereka akan memperoleh pendapatn juga berbeza-beza sesuai dengan kadar kemampuan setiap orang. Maka Islam telah mengariskan beberapa kaedah bagi memastikan agihan semula pendapatan ini berjalan dengan sempurna. Antaranya adalah dengan penguatkuasaan secara wajib seperti zakat dan secara pilihan seperti dalam bentuk sedekah.
L. Penutup
Ternyata Ibnu Kholdun adalah tokoh utama yang memberikan gagasan tentang pengagihan pendapatan dan kekayaan dengan memberikan gambaran-gambaran yang jelas sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Agama islam . karena memang Islam sendiri amatlah menitik beratkan pada keadilan dalam pengagihan dan pendapatan kekayaan setiap insane di dunia ini. Dan selannjutnya Islam juga telah mengariskan beberapa panduan dan konsep bagi memastikan bahawa setiap manusia akan menerima bahagian masing-masing dalam harta kekayaan Negara.
Teori pengagihan Islam menjamin bahawa setiap isi rumah akan dapat sekurang-kurangnya memenuhi keperluan minimum mereka, sekalipun mereka tidak terlibat di dalam proses pengeluaran. Dan dalam Islam kebebasan dan tanggungjawab individu adalah sama pentingnya. Walaupun sebahagian masyarakat adalah bernasib baik dan berjaya mengumpul lebih harta, tetapi mereka tidak diberikan kebebasan sepenuhnya menggunakan kekayaan sesuka hati yang boleh menimbulkan kesengsaraan kepada orang lain disamping memungkinkan wujudnya perasaan dengki di kalangan orang kaya (berada) dan miskin. Dan Islam juga menganjurkan untuk meniadakan sifat bakhil (kikir) dan pembaziran dalam peredaan wang serta barang.
Serta sistem Islam sanggalah menganjurkan adanya keseimbangan dari aspek kebebasan individu, inisiatif kebolehan dan kemahiran dan kawalan kerajaan yang sewajarnya untuk menyediakan peluang yang lebih baik untuk menjamin keadilan terutama kepada golongan masyarkat yang belum berpihak baik (miskin). Pengagihan kekayaan dan aktiviti ekonomi yang lain hanyalah sebagai satu catr untuk mencapai keadilan social bukan sebagai matlamat ekonomi semata-mata.
M. Bibliografi