MELALUI PENINGKATAN PRODUKTIFITI PERTANIAN
A. Pendahuluan
Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis dalam konteks pembangunan negara sebagai negara berkembang, karena memiliki fungsi ganda yaitu: (a) salah satu sasaran utama pembangunan, dan (b) salah satu instrumen utama pembangunan ekonomi. Pangan lebih cenderung dengan pertanian, dan pertanian sendiri berarti aktiviti memlihara dan mengawal pertumbuhan tanaman dan ternakan supaya memberi hasil yang dikehendaki oleh manusia dari segi kualiti dan juga kuantiti.
Ada dua fungsi yang menjadi pembicaraan dalam ketahanan pangan; Fungsi pertama merupakan fungsi ketahanan pangan sebagai prasyarat untuk terjaminnya akses pangan bagi semua penduduk. Akses terhadap pangan dalam jumlah yang memadai merupakan hak azasi manusia yang harus selalu dijamin oleh negara bersama masyarakat. Fungsi kedua, merupakan implikasi dari fungsi ketahanan pangan sebagai syarat keharusan dalam pembangunan sumberdaya manusia yang kreatif dan produktif dan sebagai determinan penting dalam mendukung lingkungan perekonomian yang stabil dan kondusif bagi pembangunan nasional. Sasaran ketahanan pangan dapat dibangun dengan mengacu kepada potensi sumberdaya alam, pengembangan komoditas unggulan daerah dan dukungan institusi perdagangan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan mampu menjamin keberlanjutan pembangunan ekonomi.
Dan perlu kiranya diktahui bahwa ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Dalam hal ini hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan pilar-pilar hak azasi manusia lain. Kelaparan dan kekurangan pangan merupakan bentuk terburuk dari kemiskinan yang dihadapi rakyat, dimana kelaparan itu sendiri merupakan suatu proses sebab-akibat dari kemiskinan. Oleh sebab itu usaha pengembangan ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari usaha penanggulangan masalah kemiskinan.
Serta Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri.
B. Latarbelakang masalah
Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Dalam hal ini, sekalipun ketahanan pangan ditingkat nasional (dilihat dari perbandingan antara jumlah produksi dan konsumsi total) relatif telah dapat dicapai, pada kenyataanya ketahanan pangan dibeberapa daerah tertentu dan ketahanan pangan dibanyak keluarga masih sangat rentan. Kesejahteraan petani pangan yang relatif rendah dan menurun saat ini akan sangat menentukan prospek ketahanan pangan. Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan, diantaranya yang utama adalah :
a) Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali tenaga kerjanya.
b) Luas lahan petani sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi/perubahan dan peningkatan.
c) Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan
d) Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik
e) Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai
f) Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar.
g) Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petani sendiri.
Maka tanpa adanya penyelesaian yang mendasar dan komprehensif dalam berbagai aspek diatas kesejahteraan petani akan terancam dan ketahanan pangan akan sangat sulit dicapai. Disadari sepenuhnya bahwa telah terjadi perubahan tatanan sosial politik masyarakat sehingga berbagai aspek pembangunan telah lebih terdesentralisasi dan lebih berbasis pada partisipasi masyarakat. Permasalahan timbul terutama karena proses desentralisasi tersebut masih berada pada tahap proses belajar bagi semua pihak. Hal tersebut semakin diperberat ditengah kondisi dimana anggaran pemerintah semakin terbatas, perencanaan dan pelaksanaan pengembangan pangan yang kurang terfokus, berpendekatan proyek, parsial, dan tidak berkesinambungan.
Globalisasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi pada kenyataannya telah menjadi ancaman serius bagi usaha membangun ketahanan pangan jangka panjang, walaupun disadari pula menjadi peluang jika dapat diwujudkan suatu perdagangan internasional pangan yang adil (fair trade). Dalam akhir pada abad ke duapuluh ini, suatu era yang serba makmur kelaparan masih merupakan nasib yang lumrah bagi manusia, bagi golongan ini mutu kehidupan lebih banyak dipengarhui oleh factor kekurangan makanan daripada factor-faktor yang lain.
C. Definisi Ketahan Pangan dari Masa ke masa
Pendefinisian ketahanan pangan (food security) berbeda dalam tiap konteks, waktu dan tempat. Sedikitnya ada 200 definisi ketahanan pangan (Lihat: FAO 2003 dan Maxwell 1996) dan sedikitnya ada 450 indikator ketahanan pangan (Hoddinott 1999). Istilah ketahanan pangan (food security) sebagai sebuah konsep kebijakan baru pertama kali muncul pada tahun 1974, yakni ketika dilaksanakannya konferensi pangan dunia (Sage 2002). Maxwell (1996) mencoba menelusuri perubahan-perubahan definisi tentang ketahanan pangan sejak konferensi pangan dunia 1974 hingga pertengahan decade 90an; perubahan terjadi pada level global, nasional, skala rumah tangga dan individu; dari perspektif pangan sebagai kebutuhan dasar (food first perspective) hingga pada perspektif penghidupan (livelihood perspective) dan dari indikator-indikator objektif ke persepsi yang subjektif.
Maxwell and Slater (2003) juga turut mengevaluasi definisi ketahanan pangan sepanjang waktu dan menemukan bahwa wacana (diskursus) mengenai ketahanan pangan berubah sedemikian cepatnya dari fokus pada ketersediaan-penyediaan (supply & availability) ke perspektif hak dan akses (entitlements). Sejak tahun 1980an awal, diskursus global ketahanan pangan didominasikan oleh hak atas pangan (food entitlements), resiko dan kerentanan (vulnerability). Buku The Poverty & Famines-nya Amartya Sen (1981) dianggap sebagai salah satu pelopor utama perubahan perspektif ketahanan pangan.
Diakui bahwa Amartya Sen berhasil menggugat kesalahan paradigma kaum Maltusian yang kerap berargumentasi bahwa ketidak-ketahanan pangan dan kelaparan (famine) adalah soal produksi dan ketersediaan semata. Sedangkan dengan mengangkat berbagai kasus di India dan Afrika, Sen mampu menunjukan bahwa ketidak-tahanan pangan dan kelaparan justru kerap terjadi karena ketiadaan akses atas pangan (entitlements failures) bahkan ketika produksi pangan berlimpah, ibarat “tikus mati di lumbung padi”. Kasus busung lapar di Nusa Tenggara Barat adalah salah satu bukti. Maka golongan miskin di dunia ketiga tidak akan beruntung jika dilantik untuk mencari perlindungan ekonomi dan politik demi keselamatan dan peluang mereka.
Sedikitnya ada empat element ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security) di level keluarga yang diusulkan oleh Maxwell (1996), yakni: pertama, kecukupan pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Kedua, akses atas pangan, yang didefinisikan sebagai hak (entitlements) untuk berproduksi, membeli atau menukarkan (exchange) pangan ataupun menerima sebagai pemberian (transfer). Ketiga ketahanan yang didefinisikan sebagai keseimbangan antara kerentanan, resiko dan jaminan pengaman sosial. Keempat: fungsi waktu manakala ketahanan pangan dapat bersifat kronis, transisi dan/atau siklus.
D. Karakter ketahanan Pangan
Dari penjelasan di depan, saya mencoba merumuskan apa sesungguhnya makna ketahanan pangan dalam permasalahan sosial ekonomi masyarkaat secara umum. Pemahaman ini akan menentukan bagaimana bentuk kelembagaannya. Mambangun ketahanan pangan di pedesaan khasnya tidak boleh dilepaskan dari upaya peningkatan ekonomi pedesaan, peningkatan produktifitas pertanian,penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan peranan berdasarkan jender, pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang murah, dan lain-lain.
Jika hal-hal di luar masalah ketahanan pangan dapat dibangun, maka ketahanan pangan akan terbentuk dengan sendirinya. Karena itu, dalam kondisi normal, sesungguhnya tidak perlu ada kelembagaan ketahanan pangan secara ekslusif. Jadi, jika kita ingin membangun kelembagaan ketahanan pangan, maka itu haruslah dipandang sebagai temporal dan segmentatif. Tingkat keamanan pangan akan sangat berbeda antar rumah tangga, antar lapisan, antar lokasi geografis, dan lain-lain.
Jika dibedakan menurut level aktifitas ekonomi, maka permasalahan ketahanan pangan berada dalam konteks “ekonomi subsistensi”. Jika sudah lepas dari itu, maka kita akan berada dalam konteks “ekonomi ekspansi”. Bentuk kelembagaannya akan sangat berbeda. Di Departemen pertanian, dikenal dua program, yaitu program ketahanan pangan dan program agribisnis. Ketahanan pangan adalah permasalahan di bawah dan sampai kepada garis batas subsistensi. Namun, pada level yang lebih maju, yang sesungguhnya sudah masuk ke domain agribisnis, kondisi ketahanan pangan semakin baik. Jadi pada setiap level ekonomi rumah tangga, ketahanan pangan dan agribisnis tetap dibicarakan, namun berbeda tekanan. dientuk kelembagaan pada setiap level sangat berbeda. Pada rumah tangga yang masih tergolong di bawah garis subsistensi, maka keluarga dan kerabat (kelembagaan komunitas) menjadi bagian pokok kelembagaannya. Sementara, jika rumah tangga sudah melampaui garis subsistensi, maka kelembagaan pasar yang menjadi andalannya, bahkan interaksi dengan kerabat mulai bercorak pasar (semakin “hitungan-hitungan”).
Dalam kondisi di bawah batas subsistensi, pemerintah harus memainkan peranan aktif melakukan peran pelayanan dan intervensi, namun setelah itu pemerintah semakin kurang dibutuhkan. Pemerintah cukup melakukan regulasi, pengawasan, dan penyediaan infrastruktur. Dalam Pasal 8 PP No 68 tahun 2002, masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan cadangan pangan masyarakat, yang dapat dilakukan secara mandiri serta sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dan selajutnya juga disebutkan bahwa, penyaluran pangan secara khusus akan dilakukan apabila terjadi ketidak-mampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan, dan melaksanakan bantuan pangan kepada penduduk miskin.
Berdasarkan PERDA No. 4 Tahun 2001 tanggal 15 Maret 2001 di Sulawesi Tengah telah terbentuk Badan Ketahanan Pangan (BKP)24 yang merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah dan dipimpin oleh seorang Kepala Badan, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Propinsi. Tugas pokoknya yaitu membantu Gubernur dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang ketahanan pangan25 DI Kabpuaten Posos Dewan Bimas Ketahanan Pangan dibentuk atas
dasar SK Bupati No. 188.45/1196/2001 Tgl. 30 April 2001.
E. Konsep Ketahanan Pangan
Pada mulanya pengertian ketahanan pangan terfokus pada kondisi pemenuhan kebutuhan pangan pokok. Konsep swasembada berbeda dengan konsep ketahanan pangan, meskipun dalam beberpa hal mungkin berkaitan.United Nation (1975) mendefinisikan ketahanan pangan adalah ketersediaan cukup makanan utama pada setiap saat dan mengembangkan konsumsi pangan secara konsisten dan dapat mengimbangi flukuasi produksi dan harga. World Bank (1994) menyatakan bahwa ketahanan pangan dapat dicapai hanya jika semua rumah tangga mempunyai kemampuan untuk membeli pangan. Kemudian pada tahun 1986 World Bank mendefinisikan ketahanan pangan adalah akses terhadap cukup pangan oleh penduduk agar dapat melakukan aktivitas dan kehidupan yang sehat.
Selanjutnya berdasarkan kesepakatan pada International Food Submit dan International Conference of Nutrition 1992 (FAO, 1997) pengertian ketahanan pangan diperluas menjadi kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Pengertian ketahanan pangan yang terakhir ini mengandung makna yang selaras dengan paradigma baru kesehatan (yang di Indonesia disebut Indonesia Sehat 2010). Makna yang terkandung dalam pengertian ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan), dimensi ekonomi (daya beli), dimensi pemenuhan kebutuhan gizi individu (dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan religi (pola pangan yang sesuai untuk hidup sehat, aktif dan produktif serta halal), dimensi keamanan pangan (kesehatan), dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan).
Konsep ketahanan pangan didasarkan atas akses individu atau rumah tangga terhadap pangan. Semakin tinggi akses suatu rumah tangga terhadap pangan maka semakin tinggi ketahanan pangan. Kemampuan rumah tangga memiliki akses terhadap pangan tecermin dalam pangsa pengeluaran untuk membeli makanan. Hubungan antara pangsa pengeluaran pangan dan total pengeluaran rumah tangga dikenal dengan hukum Working. Hukum tersebut menyatakan pangsa pengeluaran pangan memiliki hubungan yang negatif dengan total pengeluaran rumah tangga. Dengan kata lain, pangsa pengeluaran pangan menurun secara proporsional sesuai dengan logaritma kenaikan pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga itu sering digunakan sebagai proksi dari tingkat pendapatan rumah tangga.
Berdasarkan definisi ketahanan pangan, dapatlah kita tarik suatu kesimpulan daripada konsep ketahanan pangan setidkanya ia memilik empat komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
1. kecukupan ketersediaan pangan;
Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Penentuan jangka waktu ketersediaan makanan pokok di perdesaan (seperti daerah penelitian) biasanya dilihat dengan mempertimbangkan jarak antara musim tanam dengan musim tanam berikutnya
2. stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun.
Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumah tangga dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan pangan jika mempunyai persediaan pangan diatas cutting point (240 hari atau 360 hari) dan anggota rumah tangga dapat makan 3 (tiga) kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut.
3. aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
Indikator aksesibilitas/keterjangkauan dalam pengukuran ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan rumahtangga memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan (misalnya sawah atau ladang) serta cara rumah tangga untuk memperoleh pangan
4. kualitas/keamanan pangan
Kualitas/keamanan jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti ini sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai macam jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda., sehingga ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari ‘ada’ atau ‘tidak’nya bahan makanan yang mengandung protein hewani dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam rumah tangga.
F. Ruang lingkup Ketahanan Pangan Visi dan Misinya
Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar yang asasi bagi manusia dalam menunjang seluruh aktivitas kehidupan manusia. Pola konsumsi masyarakat, meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas masyarakat yang serba dinamis. Kehidupan ekonomi yang stabil, kemantapan sistem dan kehidupan politik yang berjalan, serta segala aspek akan dapat bekerja dengan dukungan konsumsi pangan yang layak secara kualitas, kuantitas dan kebutuhannya.
Ketahanan pangan dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga sub sistem yang saling berinteraksi, yaitu sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi. Pembangunan ketahanan pangan memerlukan harmonisasi dari pembangunan ketiga sub sistem tersebut. Pembangunan sub sistem ketersediaan pangan diarahkan untuk mengatur kestabilan dan keseimbangan penyediaan pangan yang berasal dari produksi, cadangan dan impor. Pembangunan sub sistem distribusi bertujuan untuk menjamin aksesibilitas pangan dan menjamin stabilitas harga pangan strategis. Dan pembangunan sub sistem konsumsi bertujuan untuk menjamin agar setiap warga mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup, aman dan beragam. Pembangunan ketiga sub sistem tersebut dilaksanakan secara simultan dan harmonis dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif, pendekatan sistem usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis, dan melalui pendekatan koordinasi.
Suryana (2001) mengemukakan bahwa keberhasilan pembangunan ketiga sub sistem ketahanan pangan tersebut perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan sebagainya. Disamping itu perlu juga didukung oleh faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan pangan. Ketahanan pangan dilaksanakan oleh banyak pelaku (stakeholder) seperti produsen, pengolah, pemasar dan konsumen yang dibina oleh berbagai institusi sektoral, sub sektoral serta dipengaruhi interaksi antar wilayah. Output yang diharapkan dari pembangunan ketahanan pangan adalah terpenuhinya hak azazi manusia akan pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
Untuk mewujudkan suatu kondisi ketahanan pangan nasional yang mantap, ketiga sub sistem dalam sistem ketahanan pangan diharapkan dapat berfungsi secara sinergis, melalui kerjasama antar komponen-komponannya yang digerakkan oleh masyarakat dan pemerintah. Dalam komunitas masyarakat yang dinamis ini, sistem tersebut dituntut untuk terus berevolusi mengikuti aspirasi masyarakat yang terus berkembang. Dalam kondisi demikian, upaya pemantapan dan peningkatan ketahanan pangan masih menghadapi berbagai masalah dan tantangan yang kompleks. Berbagai substansi yang menjadi komponen ketahanan pangan, mulai dari sub sistem penunjang yang meliputi prasarana, sarana dan kelembagaan, kebijakan, pelayanan dan fasilitasi pemerintah; sub sistem ketersediaan pangan yang meliputi produksi, impor dan cadangan pangan; sub sistem distribusi yang menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan; hingga sub sistem konsumsi yang mendorong tercapainya keseimbangan gizi masyarakat; merupakan bidang kerja berbagai sektor. Sektor pertanian diharapkan berperan sentral dalam memantapkan ketahanan pangan dalam situasi dan kondisi perdagangan domestik dan global, bekerjasama dengan sektor-sektor mitranya, khususnya industri dan perdagangan, prasarana fisik, serta perhubungan. Dengan memahami hal tersebut, program peningkatan ketahanan pangan ini harus memperhatikan seluruh komponen dalam sistem ketahanan pangan.
G. Permasalahan dalam ketahanan pangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan menyangkut beberapa aspek 1) Ketersediaan Pangan, 2) Distribusi Pangan 3) Konsumsi pangan, 4) Pemberdayaan masyarakat dan 5) Manajemen.
1. Aspek Ketersediaan Pangan
Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor teknis dan sosial - ekonomi;
a. Teknis
o Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
o Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
o Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
o Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya semakin menurun.
o Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).
o Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
b. Sosial- ekonomi
o Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
o Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
o Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali beras.
o Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang melindungi kepentingan petani.
o 11Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi penyediaan pangan.
2. Aspek Distribusi Pangan
a. Teknis
1. Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.
2. Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi pangan , kecuali beras.
3. Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
4. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah konsumen.
b. Sosial-ekonomi
1. Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan.
2. Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.
3. Aspek Konsumsi Pangan
a. Teknis
1. Belum berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber daya pangan lokal
2. Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.
b. Sosial-ekonomi
3. Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun ( tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand 60 kg, Jepang 50 kg) .
4. Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangga.
5. Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas perlunya pangan yang sehat dan aman.
6. Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai sehingga aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi perhatian utama.
4. Aspek Pemberdayaan Masyarakat
1. Keterbatasan prasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada masyarakat yang membutuhkan.
2. Keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan mereka kesulitan untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.
3. Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarkat yang selama ini bersifat top-down karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan.
4. Belum berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat.
5. Aspek Manajemen
Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah:
1. Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten , dipercaya dan mudah diakses yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan
2. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang pangan.
3. Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan antar daerah.
H. Pertanian dan Kemiskinan
Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya produksi di Indonesia antara lain disebabkan oleh: (1) Produktivitas tanaman pangan yang masih rendah dan terus menurun; (2) Peningkatan luas areal penanaman-panen yang stagnan bahkan terus menurun khususnya di lahan pertanian pangan produktif di pulau Jawa. Kombinasi kedua faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun yang cenderung terus menurun. Untuk mengatasi dua permasalahan teknis yang mendasar tersebut perlu dilakukan upaya-upaya khusus dalam pembangunan pertanian pangan khususnya dalam kerangka program ketahanan pangan nasional. Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah (a) Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah; (b)Tingkat kesuburan lahan yang terus menurun , (c) Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal.
Krisis ekonomi juga menumbuhkan kembali keyakinan bahwa sektor pertanian dapat berperan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Untuk itu paradigma pembangunan pertanian harus diubah menjadi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan petani serta masyarakat pedesaan. Untuk itu perlu dilakukan kebijakan pembangunan pertanian baru antara lain: partisipasi aktif petani dan masyarakat pedesaan disertai pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan penguasaan lahan dan aset produktif per tenaga kerja pertanian dan pemerataan jangkauan pada asset produktif pertanian, teknologi, dan pembiayaan, diversifikasi pertanian dalam arti luas (“broad base agricultural diversification”), pengembangan lembaga keuangan pedesaan yang mandiri, pengembangan kelembagaan pertanian dan pedesaan dan pengembangan prasarana pertanian dan pedesaan, dan pengembangan basis sumberdaya pertanian. Kebijakan baru ini perlu didukung dengan pelaksanaan secara konsekuen “land reform” dan “agrarian reforrm”, sehingga lahan pertanian hanya boleh dimiliki oleh petani Indonesia. Untuk paket deregulasi tahun 1993 yang membolehkan penguasaan lahan 100 % oleh perusahaan swasta dan bahkan swasta asing harus ditinjau kembali. Perusahaan swasta dan asing hanya boleh menguasai pabrik pengolahan, dan petani diberi hak untuk dapat membeli saham perusahaan pengolahan untuk membina keterkaitan dan kerja sama. Hanya dengan penerapan kebijakan ini kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat pedesaan dapat ditingkatkan dan harus didukung oleh program jaring pengaman sosial.
Oleh kerana itu, Negara haruslah mengambil alih tanggung jawab dan mengorgainasai secara nasional atau memberikan jaminan secara kolektif kepada seluruh masyarakat dalam bentuk jaminan social untuk menghindari kemungkinan konflik dan untuk memperbaiki efisiensi masyarakat yang lebih baik.
Islam memandang bahawa tanggung jawab pemerintah bukan terbatas pada keamanan dalam negeri dan system keamanan yang mempunyai kekuaan antisipatif dari serangan luar, tetapi pertanggungjawaban pemerintah ini harus merupakan bahagian dari program pencapaian masyarakat ideal; makmur dan adil. Keadilan dalam masyarakat tidak mungkin tercipta tanpa adanya peran dari pemerintahan dalam membela yang lemah dan memberikan jaminan social kepada mereka, khasnya dalam hal perekonomian.
Ada beberapa hal yang sekiranya perlu diperhatikan daripada itu semua untuk mengatasi kemiskinan yang melanda disebuah Negara ialah;
- Kelaparan atau kemiskinan diwujudkan daripada pilihan manusia itu sendiri bukan oleh hokum-hukum alam semula jadi, cita-cita untuk menghapuskan kemiskinan dapat dijalankan. Ia bukan satu impian yang bersifat utopia soal penghambaan yang tidak dapat dihapuskan
- Mendemokrasikan kehidupan ekoomi teruatam sekali pemberian kuasa kepada golongan kaum wanita, adalah kunci kepada kejatuhan kadar kelahiran supaya populasi penduduk boleh menjadi seimbang dengan dunia semula jadi.
- Menghapuskan kelaparan tidak semestinya bermakna menghapuskan alam sekeliling kita sebaliknya ia memerlukan kita melindungi dengan menggunakan alat-alat pertanian yang boleh tahan bahaya dand id dalam pencapaian golongan yang miskin.
- Keadilan yang lebih tidak memotong pengeluaran makanan yang diperlukan. Satu-satunya jalan untuk meningkatkan pengeluaran yang boleh menamatkan kelaparan ialah untuk membolehkan mereka yang bekerja mempunyai suara dalam keputusan dan hasil.
I. Kebijakan Ketahanan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan hidup terpenting bagi manusia, setelah udara dan air. Oleh karenanya ketahanan pangan individu, rumah tangga, dan komunitas merupakan hak azasi manusia. Lebih dari pada itu ketahanan pangan merupakan hak segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan atas pangan dan penjajahan melalui pangan diatas dunia ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Ketahanan pangan menyangkut ketersediaan dan keterjangkauan terhadap pangan yang cukup dan bermutu. Dalam hal ini terdapat aspek pasokan (supply), yang mencakup produksi dan distribusi pangan. Disamping itu juga terdapat aspek daya beli, yang mencakup pula tingkat pendapatan individu dan rumah tangga. Juga terdapat aspek aksesibilitas setiap orang terhadap pangan, yang berarti mencakup hal yang berkaitan dengan keterbukaan dan kesempatan individu dan keluarga mendapatkan pangan.
Pengertian pangan sendiri juga memiliki dimensi yang luas. Mulai dari pangan yang esensial bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif (keseimbangan kalori, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat esensial lain); serta pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan budaya, seperti untuk kesenangan, kebugaran, kecantikan, dan sebagainya. Dengan demikian, pangan tidak hanya berarti pangan pokok, dan jelas tidak hanya berarti beras, tetapi pangan yang terkait dengan berbagia hal lain.
Pertanyaan pokok mengenai ketahanan pangan adalah bagaimana memenuhi keperluan pangan rakyat banyak terutama rakyat miskin dilihat dari aspek ketersediaan jumlah, mutu, harga, kontinyuitas, keterjangkauan, dan stabilitas. Fenomena yang ada saat ini menunjukkan bahwa pertanyaan tersebut masih belum dapat dijawab dengan tuntas dibanyak negara didunia. Pada saat yang sama berbagai perkembangan telah memberikan pengaruh sangat besar terhadap usaha mewujudkan ketahanan pangan tersebut :
Kondisi di dunia menunjukkan bahwa peningkatan keperluan pangan terbesar akan terjadi di negara-negara sedang berkembang (85 persen peningkatan kebutuhan pangan dunia akan bersumber dari kelompok negara-negara ini) sedangkan peningkatan produksi pangan dunia akan bersumber dari negara-negara maju (sekitar 60 persen pertumbuhan pangan pangan datang dari negara maju). Hal tersebut kemudian terkait dengan masalah ketahanan pangan yang terutama akan terjadi di negara berkembang, dimana penduduk negara berkembang hanya akan mengkonsumsi sereal kurang dari separuh dan mengkonsumsi daging sepertiga konsumsi penduduk negara maju. Hal ini akan secara nyata mempengaruhi pola pergerakan pangan dunia.
Kondisi pasar pangan dunia tersebut antara lain tercermin pada beberapa berubahan dan ketidak-berubahnya pasar beras. Dilihat dari kegiatan produksi dan ekspor, pasar internasional beras adalah pasar oligopoli dengan dominasi beberapa negara utama. Namun urutan negara importir terbesar terjadi perubahan yang mencolok, dan hal itu menyangkut Indonesia. Indonesia yang pada tahun 1990 tidak masuk dalam daftar 10 negara importir terbesar beras, pada tahun 2000 menjadi importir terbesar walaupun tetap dapat mempertahankan urutan produsen terbesar ke tiga di dunia. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi yang besar didalam negeri.
Maka Strategi dan kebijakan untuk menjaga ketahanan pangan nasional sekaligus meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani adalah sebagai berikut:
Pertama, kebijakan yang berorientasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan (petani) sekaligus meningkatkan produksi pangan nasional. Kebijakan tersebut meliputi land reform policy. Land reform policy ini bertujuan agar para petani memiliki luas lahan yang memberikan keuntungan untuk dikelola sekaligus meningkatkan produktivitas usaha taninya.
Dalam skala makro, pemerintah juga harus mendorong kebijakan harga yang fair.Dalam hal ini sangat penting adanya kebijakan harga dasar yang efektif dan penerapan tarif impor secara simultan. Tetapi, tidak cukup hanya itu. Hendaknya semua parasit ekonomi pertanian seperti penyelundup, tengkulak, pengijon, preman desa, rentenir, elite desa dan kota, serta para birokrat yang terlibat dalam aktivitas langsung dan kebijakan di lapangan supaya dibersihkan, baik keberadaan maupun perilaku mereka. Sebab, kalau tidak, kenaikan harga pangan tidak akan dinikmati petani, tetapi oleh para parasit ekonomi tersebut. Kebijakan berikutnya adalah peningkatan akses petani terhadap kredit dan perbaikan kualitas pelayanan kredit, menghilangkan lembaga pencari rente dan kelompok free rider, serta sebanyak mungkin memberikan dana berputar atau pinjaman lunak untuk perbaikan sarana penyimpanan, transportasi, dan pemasaran hasil pertanian. Sedangkan akses terhadap input produksi penting seperti pupuk dapat diwujudkan dengan menerapkan kembali kebijakan subsidi pupuk.
Selain itu, pemerintah pusat perlu membuat memorandum of understanding dengan pemda-pemda yang memiliki lahan-lahan pertanian subur (irigasi) untuk tidak mengizinkan alih fungsi lahan-lahan tersebut. Dan, yang terakhir, tapi tidak kalah penting adalah introduksi agroindustri pedesaan. Kebijakan kedua adalah kebijakan yang berorientasi menjaga aspek keterjangkauan pangan yang meliputi pemetaan wilayah-wilayah yang potensial rawan pangan dan perbaikan akses serta ketersediaan logistic ke wilayah-wilayah tersebut. Juga sangat penting untuk menerapkan program perlindungan social berkala berupa program OPK (operasi pasar khusus) dan raskin (beras untuk rakyat miskin)sebagai sarana indirect income transfer untuk kelompok-kelompok miskin kronis. Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan per daerah tingkat II tentang jumlah dan sebaran kelompok tersebut. Pemetaan ini penting agar program perlindungan sosialini dapat tepat sasaran.
Kemudian juga harus dilakukan kebijakan diversifikasi pangan. Kebijakan ini bertujuan membiasakan rakyat mengonsumsi makanan sehari-hari dari berbagai jenis pangan. Dengan terwujudnya kebiasaan makan yang baru tersebut, ketergantungan terhadap salah satu komoditas pangan dapat direduksi. Di era desentralisasi ini, untuk mengaplikasikan kebijakan ini pemerintah pusat perlu berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar terwujud kebijakan penganekaragaman pangan nasional yang berbasis lokal. Alternatif kebijakan ini,antara lain, pertama, pengembangan resource untuk produksi beragam pangan lokal termasuk dukungan kebijakan harga, riset dan pengembangannya untuk memacu produktivitas komoditas lokal nonberas di daerah. Kedua, pemberdayaan masyarakat lokal dengan pembinaan kreativitas masyarakat dalam memproduksi, memanfaatkan,dan mengonsumsi berbagai jenis pangan lokal. Ketiga, pengolahan dan penyediaan berbagai jenis bahan pangan dalam bentuk siap olah untuk masyarakat daerah. Kebijakan ketiga adalah kebijakan yang berorientasi menjaga stabilitas ketahanan pangan antarwaktu (musim). Kebijakan ini meliputi, pertama, impor yang selektif dengan impor pangan tertentu hanya diizinkan untuk daerah-daerah yang bukan terkategori sentra produksi pangan tersebut dan tidak dilakukan dalam keadaan panen raya. Kedua, kebijakan yang bertujuan bagaimana melibatkan masyarakat dalam fungsi mekanisme penyeimbang logistik antarmusim melalui lembaga logistik tradisionalyang dikenal dengan nama lumbung desa. Hal ini penting mengingat di era mendatang kemampuan lembaga logistik nasional (Bulog) yang semakin berkurang sebagai penyeimbang logistik antarmusim. Lumbung desa adalah institusi stok pangan lokal yang dulu cukup efektif sebagai penyangga ketahanan pangan (buffer stock) masyarakat.
J. Upaya untuk mencapai ketahanan pangan
1. Pembangunan Agribisnis
Agribisnis merupakan rangkaian kegiatan atau bisnis berbasis pertanian yang saling berkaitan dalam suatu sistem produksi, pengolahan, distrubusi, pemasaran dan berbagai kegiatan atau jasa penunjangnya. Keterkaitan dan akselerasi antar sub-sistem amat vital dalam membangun agribisnis yang tangguh. Kegiatan agribisnis dapat menghasilkan produk pangan dan/atau produk non-pangan. Bahkan hampir semua jenis pangan yang dipasarkan dan dikonsumsi berasal dari kegiatan agribisnis baik yang berbasis di dalam negeri maupun di luar negeri. Bagi Indonesia, sebagian besar produk pangan yang dikonsumsi penduduk berasal dari agribisnis dalam negeri. Oleh karena itu ketahanan pangan yang tangguh tidak mungkin terwujud tanpa agribisnis yang tangguh. Maka kita semua tahu bahawa kehidupan tidak mungkin ada dengan tiadanya pertanian kerana kita perlu makan. Juga pertanian merupakan punca gentian untuk kebanyakan pakaian yang kita pakai.
Pentingnya peran agribisnis dalam membangun ketahanan pangan dapat dilihat dari berbagai aspek atau dimensi yang terkandung dalam pengertian ketahanan pangan yang telah diuraikan pada awal tulisan ini, yaitu dimensi fisik (ketersediaan pangan), dimensi ekonomi (pendapatan dan daya beli), dimensi gizi dan kesehatan serta dimensi waktu.
Kegiatan agribisnis menghasilkan produk pangan dan juga non-pangan. Kemampuan pelaku agribisnis dalam negeri dalam menyediakan pangan untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan ekspor tidak saja akan menjamin ketahanan pangan nasional serta mendukung terbentuknya ketahanan pangan rumahtangga dan individu melalui penyediaan pangan yang cukup untuk setiap anggota masyarakat, tetapi juga lebih jauh diharapkan mampu menjadi penghasil devisa serta menekan impor/menghemat devisa (kedua hal ini diharapkan mampu memperbaiki neraca pembayaran yang semakin buruk).
Disamping sebagai penyedia utama pangan, agribisnis di Indonesia juga sangat berperan dalam menyediakan kesempatan kerja dan kesempatan usaha serta peningkatan nilai tambah yang semuanya bermuara pada peningkatan pendapatan atau daya beli penduduk baik untk pangan maupun non-pangan. Upaya peningkatan nilai tambah melalui kegiatan agro-industri yang merupakan salah satu sub system agribisnis selain meningkatkan pendapatan juga dapat berperan penting dalam penyediaan pangan bermutu dan beragam (unsur penting dalam dimensi gizi dan kesehatan) serta tersedia sepanjang waktu sehingga mampu mengatasi kelangkaan pangan pada saat produksi rendah dan membantu menstabilkan harga pada saat hasil produksi tinggi. Seperti diketahui, agro-industri dapat berperan dalam peningkatan nilai tambah (nilai tambah ekonomi dan gizi) melalui empat kategori ogro-indistri (Saefuddin, 1999) dari yang paling sederhana (pembersihan dan pengelompokan hasil atau grading); pemisahan (ginning) penyosohan, pemotongan dan pencampuran hingga ke pengolahan (pemasakan, pengalengan, pengeringan, dsb) dan upa ya merubah kandungan kimia (termasuk pengkayaan kandungan gizi).
Pertanyaan yang cukup penting untuk dilontarkan adalah bidang agribisnis pangan apa yang perlu dikembangkan agar pembangunan agribisnis mempunyai sinergi yang kuat dengan pembangunan ketahanan pangan, khususnya dalam penyediaan pangan yang cukup, beragam dan bermutu? Tabel 1 tentang konsumsi aneka pangan berikut ini sedikit banyak dapat memberikan ilustrasi tentang komoditas apa yang perlu dikembangkan lebih lanjut melalui kegiatan agribisnis. Aneka umbi mempunyai prospek yang cukup luas untuk dikembangkan baik sebagai substitusi beras (meski konsumsi beras cenderung menurun tetapi kontribusinya terhadap total energi masih diatas 60%, sedangkan umbi-umbian sebagai pangan potensial sumber energi menyumbang hanya sekitar 3%. Sayuran dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral masih harus ditingkatkan konsumsinya. Dari kontek gizi dan kesehatan, konsumsi ideal kedua komoditas ini adalah sekitar 250 g/hr, sehingga masih ada peluang untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekitar 25%. Produk pangan hewani baru terpenuhi sepertiganya. Bidang lain yang cukup potensial dikembangkan adalah agribisnis pangan olahan (mulai industri rumah tangga hingga industri yang padat modal).
2. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat merupakan perwujudan pengembangan kapasitas masyarakat yang bernuasa pada pemberdayaan sumber daya manusia agar dapat memahami hak dan kewajibannya sesuai dengan status dan perannya di masyarakat. Realitanya mencakup interaksi aktif dua pelaku, yaitu pihak pemberdaya dan diberdaya. Pihak pemberdaya dapat dapat berasal dari dalam dari luar sitem sosial masyarakat yang diperdaya. Akan tetapi, dalam kenyataan di lapangan yang sering ditemui adalah pihak pemberdaya selalu berasal dari luar sistem sosial. Hal ini terjadi sebagai akibat lemahnya posisi pihak yang diberdaya, karena ketidakmampuan memberdayakan diri sendiri. Tetapi kejadian ini tidak selalu disebabkan oleh faktor internal sistem sosial yang bersangkutan, tetapi sering disebabkan oleh supra infra struktur yang kurang memihak kepada mereka. Karena itu sangat penting dilaksanakan di tingkat lapangan untuk menempatkan pihak yang diberdaya sebagai mitra kerja pemberdaya.
Hardinsyah dan Martianto (2001) mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses mengajak atau membawa masyarakat agar mampu melakukan sesuatu. Paradigma pemberdayaan masyarakat dalam konteks kemasyarakatan adalah mengembangkan kapasitas masyarakat yang dilakukan melalui pemihakan kepada yang tertinggal. Dari sisi sasaran pemberdayaan masyarakat bisa mencakup para keluarga petani, buruh, pedagang kecil atau kelompok lain yang selama ini dikenal sebagai kelompok tertinggal yang perlu dikembangkan kapasitasnya, atau bahkan pemerintah itu sendiri. Pemberdayaan pemerintah daerah melalui otonomi daerah juga relevan disebut sebagai pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ketahanan pangan, sasaran (dalam hal ini termasuk pemerintah daerah) agar mampu mewujudkan ketahan pangan masing-masing keluarga dan masyarakat secara luas.
Fakta menunjukkan bahwa sebesar 60.7 persen dari 210 juta penduduk tinggal di daerah persedaan. Dua per tiga penduduk tinggal di pulau Jawa, Bali dan Madura yang luas keseluruhannya hanya mencakup 7 persen dari total wilayah republik ini. Data ini mengindikasikan bahwa mau tidak mau dan suka atau tidak suka maka program pemberdayaan masyarakat desa harus merupakan prioritas pembangunan bangsa dalam rangka pemulihan ekonomi bangsa. Akan tetapi, sampai saat ini upaya dan keberpihakan pemerintah dalam membangkitkan perekonomian Indonesia, sejak dilanda krisis, 1997 – 2000, belum juga menunjukkan kondisi membaik terutama dalam konteks kebijakan yang konsisten memihak pada tumbuh kembangnya perekonomian rakyat (kecil). Situasi ini sangat berbeda dengan kondisi di beberapa negara tetangga yang sebenarnya telah lebih awal mengalami krisis ekonomi, misalnya Thailand, Malaysia dan Korea. Perekonomian di Thailand kini telah bangkit dan begitu juga Malaysia (walau tanpa bantuan IMF sekalipun) dan bahkan korea selatan telah memiliki pertumbuhan yang dapat dikategorikan telah benar-benar bangkit.
Sektor pertanian di Indonesia melibatkan lebih dari 50 persen tenaga kerja dan 60 juta keluarga petani. Secara politis pemberdayaan sektor pertanian dengan demikian dapat dijadikan acuan untuk lebih mengukuhkan posisi sektor pertanian sebagai leading sector. Secara empiris juga telah terbukti bahwa dimana pun di dunia ini tidak ada sektor pertnian yang maju atau tumbuhkembang tanpa intervensi Pemerintah (langsung atau tidak langsung). Jawaban sederhana terhadap fenomena ini adalah karena sektor pertanian secara ekonomi selalu terbukti memiliki peran strategis yang ditampilkan dengan besaran peran keterkaitan antar-sektor dan secara politias merupakan bemper penyejuk sosial. Sebagai contoh, pencapaian Swasembada beras pada tahun 1984 telah menjadikan Indonesia mempunyai posisi yang baik di mata dunia selain mempertahankan ketahanan pangan nasional. Akan tetapi, prestasi ini tidak pernah diikuti dengan tumbuhnya ketahanan keluarga petani (kesejahteraan masyarakattani). Petani tetap saja bertahan hidup hanya sebatas hari ini dan besok, dan tidak ada masa depan (NO FUTURE), kesejahteraan mereka selalu dinomor duakan
K. Aspek rancangan pembangunan pertanian
Penyediaan rancangan pertanian melibatkan dua kegiatan asas iaitu pembentukan rancangan dan pelaksanaan peran¬cangan. Antara kedua-dua kegiatan ini yang sering menjadi -masalah ialah aspek pelaksanaannya, mungkin disebabkan oleh keperluan terhadap kemahiran kerja yang benar-benar praktis dan usaha mengkoordinasikan kerja secara menye¬luruh. Meskipun tidak dinafikan bahawa pembentukan rancangan yang baik adalah penting, tetapi jikalau ticlak dapat dilaksanakan, rancangan yang baik ini akan meng¬hadapi kegagalan. Pada masa lalu dan terutama bagi ne¬gara-negara membangun penumpuan usaha kerajaan ba¬nyak diberikan kepada pembentukan rancangan dan tidak kepada pelaksanaannya.
Dalam menyediakan rancangan pertanian yang mantap dan bersepadu pihak perancang seharusnya menyedari bahawa terdapat hubungan rapat antara pembentukan clan pelaksanaan rancangan. Pembentukan rancangan hendak¬lah tidak terlalu idealistik atau kurang realistik untuk dilak¬sanakan secara amali disebabkan kekangan masa clan sum¬ber material atou kewangan. Umpamanya, adalah tidak realistik bagi kerajaan untuk mengadakan satu projek perta¬nian moden yang menelan belanja yang besar dengan peng¬importan barang-barang jentera dari luar negara dalam satu tempoh perancangan yang pendek di satu kawasan perindustrian. Pembentukan rancangan yang realistik juga bererti bahawa sesuatu projek pertanian hendaklah dapat dilaksanakan bukan sahaja dari segi kemampuan kewangan dan kesediaan sumber tetapi juga dari segi perundangan negara. Misalnya, satu projek pertanian swasta yang hen¬dak didirikan di atas tanah kerajaan atau tanah rizab Melayu tentulah bertentangan dengan perundangan negara.
Untuk mengatasi masalah pelaksanaan rancangan ini maka perlu bagi setiap rancangan pertanian yang baik menunjukkan langkah-langkah yang patut diambil untuk menjayakan pelaksanaan rancangan tersebut. Langkah¬langkah ini terdiri daripada, apakah tindakan yang diperlu¬kan untuk mencapai sesuatu matlamat/objektif pertanian berkaitan? Bagaimana projek dapat dilaksanakan? Siapa¬kah atau agensi manakah yang bertanggungjawab terha¬dap pelaksanaan projek tersebut? dan, apakah masalah¬masalah yang dijangka akan dihadapi dalam pelaksanaan projek berkenaan? Jadual yang dapat menerangkan bilakah kegiatan-kegiatan pelaksanaan itu bermula dan berakhir adalah perlu untuk membuktikan yang rancangan itu dapat dilaksanakan dalam tempoh masa yang telah ditetapkan.
Meskipun harga dalam pengeluaran pertanian diandaikan lebih mendekati pasaran persaingan sempurna kerana bi¬langan pengeluar dan pengguna ramai, sebenarnya pasar¬an barangan pertanian juga terdedah kepada ketaksem¬purnaan. Maklumat pasaran biasanya tidak sampai kepada petani menyebabkan harga keluaran pertanian yang diteri¬ma oleh petani tidak menggambarkan permintaan sebenar pengguna terakhir. Ini juga disebabkan oleh jarak clan pe¬misahan antara pengeluar dengan pengguna. Selain keti¬daksempurnaan maklumat pasaran, kuasa tawar-menawar pengeluar atau petani terhad kerana keluaran pertanian itu sendiri mempunyai ciri-ciri cepat rosak, pengeluaran berle¬bihan, homogen, pukalan, dan sebagainya. Ringkasnya, ini bererti bahawa mekanisme harga dalam pasaran bebas ga¬gal menghasilkan kecekapan, kesaksamaan, dan pertum¬buhan yang diperlukan.
Kos faktor seperti modal, jentera, bahan-bahan kimia se¬cara relatif agak mahal kerana diimport dari luar negara atau dihasilkan oleh sektor pembuatan yang lebih maju de¬ngan kos pengeluaran yang tinggi. Di samping itu, sektor pertanian dalam proses pertumbuhan menjadi semakin ber¬gantung pada penggunaan teknologi. Kegagalan pasaran untuk mewujudkan program penggunaan teknologi perta¬nian boleh menyebabkan pencapaian objektif sosial ber¬pinclah kepada pencapaian objektif persendirian. Umpama¬nya, kemudahan input seperti pinjaman untuk membantu petani kecil meningkatkan penclapatan mereka tidak berha¬sil; sebaliknya kemudahan peruntukan tersebut digunakan oleh firma-firma pertanian milik swasta. Contohnya, per-untukan program tanaman semula getah di kalangan peke-bun kecil kebanyakannya digunakan oleh ladang persen¬dirian yang dipecahkan saiznya di bawah 100 ekar. Selain itu, dalam perusahaan di kawasan jelapang padi, pemilikan traktor yang menguntungkan hanya disediakan oleh orang perseorangan yang mampu membeli jentera tersebut. Cam¬per tangan kerajaan untuk merancang supaya petani ber¬operasi sebagai sate unit pengeluaran yang lebih berupaya seperti persatuan peladang, syarikat kerjasama, dan seba¬gainya adalah penting supaya teknologi yang efisien dapat digunakan dalam sistem pengeluaran pertanian.
L. Peranan Sektor Pertanian dalam pembangunan
Pertumuhan sector pertanian amatlah penting kepada pembangunan Negara. Bagaimanapun sector pertanian kerap kali tidak mendapatkan perhatian yang sewajrnya dalam proses pembangunan, dalam proses pembangunan sector, terdapat “bias perbandaran” bahawa penggubal dasar lebih mengutamakan pelaburan industry disebabkan oleh wujud hubungan rapat antara tahap pembangunan dengan perindustrian.Sector pertanian ini mencakup bidang perkebunan, perikanan dan peternakan. Untuk meningkatkan pendapatan penduduk yang bekerja pada sector ini, hendaknya diusahakan agar produksi mereka dapat ditingkatkan, harga dinaikkan.
Maka konsekwensi bagi negera yang tergolong agraris, sector pertanian merupakan bidang kehidupan yang paling vital. Begitu pun dengan Indonesia yang merupakan salah satu Negara membangun, dimana 60 % penduduknya bermata pencaharian di sector pertanian, maka wajar kalau dalam beberapa pelita sector pertanian selalu di utamakan. Maka peran sector pertanian disamping tercatat sebagai deivisa yang cukup besar juga merupakan sumber kehidupan bagi sebahagian besar penduduknya.
Konsep penglibatan boleh ditakrifkan degan berbagai-bagai cara mengikut konteks konsep itu digunakan. Penggunaan konsep penglibatan sering dikaitkan dengan perbagai bentuk pembangunan seperti pembanguan komuniti, pendidikan dewasa, pembangunan sosiopsikologi, pembanungan politik, dan pembangunan pentadbiran.
Paul (1987) mentakrifkan tentang penglibatan komuniti dalam projek pembangunan sebagai proses aktif bagi member manfaat atau memenuhi keperluan komuniti yang terkait dengan projek pembangunan dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan ang meliputi pendapatan, pertumbuhan pribadi atau suatu nilai yang dipegang oleh mereka.
Kepentingan sector pertanian dalam pemabangunan Negara dapat dilihat daripada porensi ekonomi tanah sebagai factor pengeluaran dan anugerah sumber-sumber asli ang terdapat padanya. Kualiti tanah dari segi kesesuaiannya dengan tanaham-tanaman utama, kesuburan, topografi, komposisi/nisbah tanah buruh, modal tanah, system pengendalian pengeluaran (milik sendiri milik sendiri, sewaan, don lain lain lagi), dan infrastruktur atau kemudahan yang tersedia ada merupakan antara faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pertanian. Seandainya pertumbuhan pertanian ber laku disebabkan oleh penggunaan modal per unit tanah secara intensif, ini membolehkan pelepasan buruh daripada sektor pertanian kepada industri. Sektor pertanian akan mengalami peningkatan modal terkumpul, daya pengeluaran, dan pendapatan per kapita, seandainya harga keluaran Pertanian tidak berubah. Sektor perindustrian hanya boleh menerapkan tenaga buruh yang kurang mahir ini sekiranya wujud kekurangan buruh dalam sektor berkenaan. Jikalau tidak, pengangguran mungkin berlaku, atau buruh mungkin boleh diserapkan kembali ke dalam sektor pertanian terutamanya dalam kegiatan pemprosesan keluaran pertanian.
Dalam aspek lain, sektor pertanian menyediakan penawaran input dalam bentuk bahan mentah untuk diproses menjadi pelbagai keluaran industri. Sektor pertanian juga menyediakan pelbagai bahan makanan kepada penduduk dan industri dan pembandaron, dan menyediakan pasaran untuk keluaran industri, lebih-lebih lagi apabila taraf ekonomi pertanian bertambah baik.
M. Strategi Pembangunan Pertanian
Tujuan daripada pembangunan pertanian adalah untuk mewujudkan pertanian yang tangguh guna memperkuat ketahanan pangan. Meningkatkan nialai tambah dan daya saing produk pertanian serta memperbaiki kesejahteraan petani. Maka dapatlah kita artikan bahawa Pertanian yang tangguh dicirikan oleh:
- Ilmu pengetahuan merupakan dasar utama dalam mengambil keputusan serta membangun intuisi watak dan kebiasaan.
- Kemajuan teknologi merupakan instrument utama dalam pemanfaatan sumber daya.
- Mekanisme pasar merupakan media utama dalam melakukan transaksi dan pertukaran barang dan jasaevesiansi dan produktifitas merupakan dasar utama dalam alokasi sumber daya
- Profesionalisme sebagai cirri utama
- Rekayasa merupakan cara utama peningkatan nilai tambah setiap produk selalu memenuhi standar yang ditetapkan.
Maka strategi yang patutu kiranya di lakukan untuk mencapai tujuan diatas ialah;
- Melaksanakan manajement pertanian yang bersih dan transparan dan bebas dari korupsi dan kolusi.
- Meningkatkan koordinasi dalam merumuskan manajemen dan kebijakan pembangunan pertanian
- Memperluas dan memanfaatkan basis produksi yang berlanjutan
- Meningkatkan kapasitas dan memberdayakan sumberdaya manusia
- Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan input pertanian
- Meningkatkan inovasi teknologi tepat guna
- Mempromosikan sekaligus melindungi komoditas pertanian
Untuk mewujudkan peningkatan Produksi Pertanian ditempuh dengan beberapa kebijakan yaitu :
- Memantapkan ketahanan pangan melalui penganekaragaman dan peningkatan produksi pertanian dengan penerapan teknologi tepat guna.
- Mengembangkan usaha agribisnis tanaman pangan dan peternakan.
- Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan
- kelembagaan petani bidang tanaman pangan dan peternakan.
- Meningkatkan sarana prasarana tanaman pangan dan peternakan.
Dan Malayu juga menambahkan dalam upaya untuk memperbesarkan produksi perrtanian adalah dengan jalan;
- Ektensifikasi areal perekbunan, perikanan dan peternakan.
- Intensifikasi perkebunan, perikanan dan peternakan
- Diversifikasi perekebunan, perikanan dan peternakan
- Mempergunakan bibit unggul utuk perekbeunan, peternakan dan perikanan
- Meningkatkan pemeliharaan, dan membasmi hama
- Memberikan penyuluhan terhadap penduduk bagaimana perekebunan, peternakan dan perikanan yang baik
- Memeberikan bantuan modal dan bantuan penyuluhan.
N. Komoditi Pertanian yang berpotensi
Memandangkan ketakstabilan ekonomi negara berpunca daripada ekonomi Negara yang sanggat bergantung pada komoditi utama, maka pengeluaran sektor pertanian perlu dipelbagaikan. Bagi tujuan ini, antara perusahaan tanaman yang berpotensi dan berdaya maju serta menguntungkan untuk diusaha, dimaju, dan diperkembangkan secara perdagangan ialah perusahaan buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga-bungaan. Keluaran tanaman ini boleh dipasarkan secara segar atau melalui hasil pemprosesan. Demikian juga pengaruh dari harga eksport yang tidak setabil khasnya komoditi utama dapat membawa implikasi terhadap perolehan atau hasil eksport Negara membangun.
Untuk mendapat pasaran keluaran pertanian, khususnya yang berpotensi ini dengan lebih meluas di dalam dan di luar negara bagi memperkembangkan perusahaan ini, pemprosesan keluaran pertanian perlu digiatkan. Ini mendorong pembangunan dan perkembangan perindustrian pemprosesan berasaskan pertanian. Maka pembangunan dan perkembangan perusahaan pertanian yang berpotensi ini akan dapat memaju, membangun, dan memperkembangkan perindustrian berasaskan pertanian, terutamanya perindustrian pemprosesan pengeluaran pertanian. Selanjutnya, perkembangan perindustrian ini akan mendorong perkembangan yang lebih pesat terhadap perusahaan pertanian berkenaan. Di samping itu, sektor pertanian mempunyai rantaian huluan dengan sektor perindustrian. Perkembangan perusahaan pertanian juga akan membangun clan memperkembangkan perindus¬trian yang menawarkan input pengeluaran Pertanian. Dapatlah kita lihat pada table berikut:
PRODUKTIVITI KOMODITI PERTANIAN, 2000-2010
(%)
Komoditi 2000 2005 2010
Komoditi Pertanian untuk Industri
Kelapa Sawit BTS (tan metrik/hektar/tahun) 19.1 22.5 25.0
Getah (tan metrik/hektar/tahun) 1.2 1.3 1.7
Lada Hitam (tan metrik/hektar/tahun) 2.1 1.5 1.8
Koko (tan metrik/hektar/tahun) 0.9 1.2 1.6
Sistem Penanam-Pengawet Tembakau
(tan metrik/hektar/tahun) 1.1 1.4 1.5
Komoditi Makanan
Padi (tan metrik/hektar/musim)
Jelapang 3.8 4.5 6.5
Bukan Jelapang 2.2 5.0 5.0
Akuakultur (tan metrik/hektar/pusingan)
Ikan Air Tawar 0.4 0.4 0.5
Ikan Air Payau 1.0 1.1 1.1
Pelbagai
Nanas (tan metrik/hektar/pusingan) 16.9 21.1 22.1
Bunga-bungaan (ribu tangkai/hektar/musim) 155.6 162.9 190.4
Buah-buahan (tan metrik/hektar/musim) 3.3 4.8 6.8
Sayur-sayuran (tan metrik/hektar/pusingan) 10.1 12.1 13.2
Kelapa (tan metrik/hektar/tahun) 3.0 3.3 3,7
Sumber: Kementerian Pertanian dan Industri Asas Tani dan Kementerian Perusahaan Perladangan dan Komoditi
O. Solusi rawan pangan
Untuk menjamin kesejahteraan petani dan distribusi pangan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Pertama, agenda land reform yang diamanatkan oleh Undang-undang Pokok Agraria no. 5 tahun 1960, dan dikuatkan dengan TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, harus segera dilaksanakan. Hal ini untuk menjamin bahwa petani bias memperoleh lahan yang layak untuk produksi pangan. Kedua, karena banyak petani yang hanya memiliki lahan sempit, maka perlu dibangun corporate farming. Dalam konsep ini, petani-petani kecil akan bergabung dalam satuan areal yang luas untuk memproduksi pangan secara bersama-sama. Hal ini akan menjadikan proses produksi lebih efektif dan efisien waktu, biaya dan tenaga.
Disamping itu, petani juga bisa melakukan bargaining dengan pembeli (tengkulak), karena mereka menjualnya dalam jumlah yang banyak secara kolektif. Ketiga, pemerintah harus bisa menjamin akses pasar dan modal bagi petani. Seringkali, kedua hal tersebut menjadi kendala bagi petani untuk melangsungkan proses produksinya. Akses modal akan menjamin selesainya proses produksinya dengan baik, sedangkan akses pasar akan menjamin harga yang layak bagi petani. Keempat, sebenarnya fungsi BULOG sebagai pengaman ketersediaan pangan adalah sangat strategis. Hanya saja, BULOG tidak berhubungan langsung dengan petani, tetapi menggunakan perantara kontraktor sebagai pemasok gabah dengan berbagai persyaratannya. Hal ini menimbulkan lemahnya akses petani terhadap program pengadaan pangan BULOG. Dan akhirnya, yang menikmati keuntungan tetap saja para pedagang besar.
Disisi lain, BULOG kadangkala melakukan impor beras, dimana produksi petani cukup berlimpah. Tentunya, harga gabah di petani menjadi jatuh, yang kemudian dimanfaatkan oleh pedagang untuk keperluan memenuhi kebutuhan BULOG. Dalam hal ini, sebagai BUMN, BULOG harus secara tegas memposisikan diri sebagai mitra petani untuk pemenuhan ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima, keragaman pangan yang dimiliki oleh rakyat, sebaiknya dipelihara dengan baik. Keragaman pangan akan membantu petani untuk bebas menentukan jenis tanaman pangan yang akan ditanamnya. Disisi lain, keragaman pangan juga akan mempermudah rakyat untuk mencari alternatif pangan, apabila pangan pokoknya sedang langka. Tentunya, hal ini akan lebih menjamin berkurangnya kelaparan yang diderita oleh rakyat. Apalagi, saat ini dibeberapa kota besar, masyarakat sudah mulai terbiasa dengan tidak makan nasi, tetapi menggantinya dengan roti, mie, atau sayuran. Jadi, dengan melakukan kelima hal diatas, pemerintah bisa menjamin ketersediaan pangan bagi rakyat melalui peningkatan kesejahteraan petani dan pendistribusian pangan secara merata. Tentunya, bangsa ini tidak ingin melihat gizi buruk dan busung lapar akan berlarut-larut menjadi masalah yang berkepanjangan.
P. Penutup
Keperluan akan makanan adalah hak asasi manusia. Pemenuhan keperluan pangan tidak hanya dalam hal bagaimana memperoleh pangan, tetapi juga bagaimana mengurangi ketergantungan pangan kepada pihak manapun. Memenuhi keperluan pangan dalam bentuk impor beras bukanlah sebuah pilihan yang ideal. Karena ketahanan pangan berperan vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka tanggungjawab akan hal ini pun dibebankan kepada semua pihak.
Dengan demikian, perlu ada jaringan kerja yang jelas di antara para pihak sehingga dapat dihasilkan arah dan kebijakan pertanian yang merakyat. Untuk mendukung suksesnya pertanian rakyat menuju ketahanan dan swasembada pangan, peran penyuluh pun perlu direvitalisasi. Mengingat dinamika dan kompleksitas dalam masyarakat (tani), maka revitalisasi peran penyuluh pertanian perlu dimulai dari perubahan peran extension workers menjadi communication workers. Mengingat keragaman daerah dan budaya yang ada khasnya di Negara Indonesia, maka diversifikasi pangan kiranya dapat memperkokoh ketanahan pangan nasional, yang pada akhirnya dapat memperkokoh ketahanan nasional.
Maka ketahanan pangan juga harus dilihat pada konteks lebih luas sebagai bagian integral dan tidak terpisahkan dari sistem ketahanan nasional. Karena ketahanan pangan menyangkut kehidupan masyarakat, maka perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang berpihak kepada rakyat serta petani sebagai produsen pertama pangan nasional.
Dan juga apabila Melihat kondisi saat ini dan trend produksi pangan yang semakin tergantung impor dan bergesernya pola konsumsi masyarakat maka untuk mencapai kemandirian pangan ke depan harus dilakukan melalui upaya-upaya terpadu secara terkonsentrasi pada peningkatan produksi pangan nasional yang terencana mulai “presisi” di sektor hulu – proses (on farm) dan hilirnya. Yang perlu ditekankan adalah: peningkatan produktivitas dan penerapan teknologi bio/hayati organik, perluasan areal pertanian pangan dan optimalisasi pemberdayaan sumber daya pendukung lokalnya, kebijakan tataniaga pangan dan pembatasan impor pangan, pemberian kredit produksi dan subsidi bagi petani pangan, pemacuan kawasan sentra produksi dan ketersediaan silo untuk stock pangan sampai tingkat terkecil dalam mencapai swasembada pangan di setiap daerah.
Untuk itu pemacuan peningkatan produksi pangan nasional harus ditunjang dengan kesiapan dana, penyediaan lahan, teknologi, masyarakat dan infrastrukturnya yang dijadikan sebagai kebijakan ketahanan pangan nasional. karena itu ketahanan pangan yang tangguh tidak mungkin terwujud tanpa agribisnis yang tangguh. Maka kita semua tahu bahawa kehidupan tidak mungkin ada dengan tiadanya pertanian kerana kita perlu makan. Juga pertanian merupakan punca gentian untuk kebanyakan pakaian yang kita pakai
Q. Referensi
Ahmad Mahdzan Ayon (1980) Pengurusan Ladang: Teori dan Amalan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Akhmad Mujahidin (2007) Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali press.
Andi Irawan Ketahan pangan yang berpihak pada petani,
Bayu Krisnamurthi (2003) Perum Bulog dan kebijakan pangan Indonesia: Kendaraan tanpa tujuan, Jurnal Ekonomi Rakyat: th: 2 / 7.
C.E. Bioshop & W.D Toussaint (1980) Pengenalan Kepada Analisa Ekonomi Pertanian. Alih bahasa Amir Hussin Baharuddin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
David Downey & Steven P. Erickson (1992) Pengurusan Perniagaan Tani. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Dwidjono H. Darwanto (2005) Ketahanan pangan berbasis produksi dan kesejahteraan petani, Jurnal Ilmu Pertanian Vol: 12/ 2.
Entang Sastraatmadja (1985) Ekonomi Pertanian Indonesia. Bandung: Agkasa.
FIVIMS: Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems.[Online] http://www.fivims.net/static.jspx?lang=en&page=overview
Gurdev S. khush (2002) Food Security By Design: Improving The Rice Plant in Partnership With NARS. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukaman 22 Maret 2002.
Hardinsyah dan Martianto, 2001. Pembangunan Ketahanan Pangan yang Berbasis Agribisnis dan Pemberdayaan Masyarakat. Makalah pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta: 29 Maret 2001
Hardinsyah. 2000. Arah Pembangunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Menuju Ketahanan Pangan. Dalam Pertanian dan Pangan. Rudi Wibowo (ed). Sinar Harapan. Jakarta.
Hari Abd. Wahab (2007) Penglibatan masyarakat Tani dalam pembangunan komuniti, Kuala Lumpur: Universiti Malaya.
Hasan Al-Qolani, Problem Ketahanan Pangan dan Nasib Petani. Jurnal
Jonnatan Lassa, Politik Ketahan Pangan Indoneisa 1950-2005
Kaslan A. Tohir (1967) Pengantar Ekonomi Pengaturan Pengusahaan Produksi Pertanian. Djakarta: Erlangga.
Listen R. Brown dan Eric P. Eckholm (1985) Krisis Makanan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Malayu S.P Hasibuan (1987) Ekonomi Pembangunan dan Perekonomian Indonesia. Bandung: Armico.
Maxwell, S. and T. Frenkenberger. 1997. Household Food Security: Concepts, Indicators, Measurements. UNICEF and IFAD. New York
Mohammad Haji Alias dan Habibah Sulaeiman (1991) Pergerakan harga komoditi utama: satu analisis penentu asa. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Mohd. Razi Ismail (2006) Pertanian Lestari. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Nik Hashim Nik Mustapha (1996) Perancangan Pembangunan Pertanian di Malaysia. Kuala Lumur: Dewan Bahasa dan Pustaka Hal:23
Nik Nashim Nik Mustapha (1996) Perancangan Pembangunan Pertanian di Malaysia, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
R. Kosim Adiwilaga (1967) Ekonomi Pertanian. Djakarta: Soeroengan.
R.L Sarman (1967) Mengerjakan Tanah dan Alat-alat Pertanian. Jakarta: Soeroengan.
Sajogyo (2002) pertanian dan Kemiskinan Jurnal Ekonomi Rakyat Th:1/1
Sh. Mohd Idris (1989) Kelaparan Dunia: dua belas mitos. Kuala Lumpur.
Simatupang, P. 1999. Kebijaksanaan Produksi dan Penyediaan Pangan dalam Rangka Pemantapan Sistem Ketahanan Pangan pada Masa Pemulihan Perekonomian Nasional. Bahan diskusi “Round Table” Kebijakan Pangan dan Gizi di Masa Mendatang. Kantor Menpangan dan Holtikultura, Jakarta: 23 Juni 1999.
SM Mohd Idri (1989)Kelaparan Dunia: Dua Belas Mitos. Kuala Lumpur.
Sri Adiningsih J., M. Soepartini, A. kusno, Mulyadi, dan Wiwik Hartati (1994) Teknologi untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jakarta.
Surtahman Kastim Hasan 1997 Sektor PErtanian ke Arah Pembentukan Negara Perindustrian, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Suryana, A. 2001. Critical Review on Food Security in Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan. Jakarta, 29 Maret 2001.
Syahjuti Paper disampaikan pada Diskusi “Peran Kelembagaan dalam Upaya Pemulihan Sosial Ekonomi Masyarakat Poso Pasca Konflik” diselenggarakan oleh Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna, IPI.Subang, 30 Mei 2005.
Zulkifly Osman (1997) ISu Pembangunan sector pertanian dan kesannya terhadap alam sekitar. Selangor: Dewan Bahasa dan Pustaka.
MUNGKIN ALLAH DITERIMA Nama saya Humaira Kiyoraka, saya dari kota Jayapura, Indonesia. Saya ingin menggunakan media ini untuk menginformasikan semua dalam kelompok ini mencari uang pinjaman untuk berhati-hati, karena ada penipuan dimana-mana. Beberapa bulan yang lalu, saya mengalami kerugian finansial dan bank menolak memberikan pinjaman karena saya tidak memiliki jaminan sehingga saya memutuskan untuk mencari pinjaman dari Man di Malaysia dan saya tertipu oleh orang-orang di Malaysia. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya yang telah mengubah adik perempuan saya, Nyonya Mira Binti Menangis, yang menyebut saya sebagai pemberi pinjaman yang sangat andal dan terpercaya bernama Rossastanley, pemberi pinjaman pribadi, ketika dia memberi tahu saya tentang hal itu saya mencekiknya bagaimana mungkin untuk mendapatkan pinjaman dari internet, tapi dia tertawa dan mengatakan kepada saya bahwa, itulah yang dipikirkannya pada awalnya tapi dia memutuskan untuk menghubungi stanley Rossa dan bahwa ketika pinjaman tersebut disetujui dia tidak mempercayainya sampai ibu Rossa menjelaskan kepadanya bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah satu dukungan mereka secara finansial di lain untuk membantu orang-orang miskin dari ASIA jadi saya memutuskan untuk menghubungi ibu Rossa stanley pinjaman layanan pelanggan perusahaan melalui email dan segera mereka menjawab bagaimana mereka bisa membantu jadi saya mengatakan kepada mereka Nyonya Mira Binti Muhammad memberi saya kontak perusahaannya dan Saya mengisi formulir dan lihatlah pinjaman saya telah disetujui, bagian yang menakjubkan adalah suku bunga rendah hanya 2% jadi saya mengajukan pinjaman sebesar Rp250.000.000,00 dan lihatlah setelah melewati proses verifikasi, pinjaman saya Rp250.000.000,00 telah disetujui dan mereka meminta rincian bank saya, saya segera mengirimkan rincian rekening Bank Negara Indonesia (BNI) saya dan Lihatlah saya saya telah dipindahkan ke ACCOUNT saya, saya tidak dapat berterima kasih kepada ROSSA cukup dan saudara perempuan saya Mira Binti Muhammad dan juga United Nation untuk skema Kredit yang bagus ini, jadi saran saya untuk Anda semua adalah jangan hubungi semua pemberi pinjaman palsu ini, tetapi hubungi ibu perusahaan pinjaman rossa untuk memenuhi kebutuhan pinjaman cepat dan Anda akan bersaksi seperti saya juga email perawatan pelanggan perusahaan Rosunda adalah Rossastanleyloancompany@gmail.com, tapi jika Anda memerlukan bantuan dalam memproses kebutuhan pinjaman Anda jangan ragu untuk menulis saya di humairakiyoraka@gmail.com atau saudara perempuan tercinta di Mirabintimuhammed@gmail.com dan Anda pasti akan seperti kami yang sekarang bersaksi kepada ibu rossas bantuan keuangan yang besar,
BalasHapusCATATAN: Tidak ada biaya pendaftaran, asuransi atau biaya pajak seperti pemberi pinjaman palsu,
Semoga ALLAH memberkati kalian semua,
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
HapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.
Saya akan sangat merekomendasikan layanan pendanaan meridian Le_ kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan keuangan dan mereka akan membuat Anda tetap di atas direktori tinggi untuk kebutuhan lebih lanjut. Sekali lagi saya memuji diri sendiri dan staf Anda untuk layanan luar biasa dan layanan pelanggan, karena ini merupakan aset besar bagi perusahaan Anda dan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan seperti saya. Semoga Anda mendapatkan yang terbaik untuk masa depan. Layanan pendanaan meridian adalah cara terbaik untuk mendapatkan pinjaman yang mudah, di sini ada email .. lfdsloans@lemeridianfds.com Atau bicaralah dengan Bpk. Benjamin Di WhatsApp Via_. 1-989-394-3740
BalasHapusTerima kasih telah membantu saya dengan pinjaman sekali lagi dalam hati yang tulus, saya selamanya berterima kasih.
Halo nama saya Cynthia Dafa, saya tinggal di Indonesia, saya ingin menggunakan media ini untuk berterima kasih kepada Yang Mahakuasa atas hidup saya dan menggunakan saya untuk memenuhi perusahaan ibu yang setia (Christabel Missan Loan Investment Company) untuk mengubah hidup saya daripada miskin untuk kaya, saya memiliki masalah keuangan dan itu sangat buruk dan sulit tetapi terima kasih atas perusahaan ibu yang jujur, MRS. PERUSAHAAN INVESTASI PINJAMAN MISSAN CHRISTABEL yang membantu saya dengan pinjaman 300 miliar dan sekarang saya memiliki transfer pinjaman ke rekening bank saya dan saya hanya melakukan pembayaran untuk memindahkan pinjaman saya tanpa menambah rasa sakit saya dan sekarang keluarga saya dan saya bekerja dengan baik dan sekarang saya bisnis baik-baik saja terima kasih kepada ibu yang jujur kepada Christabel Missan.
BalasHapusJika Anda tahu bahwa Anda memerlukan pinjaman segera, saya akan merekomendasikan Anda ke Puan Christabel Missan di Email :: christabelloancompany@gmail.com
Untuk informasi lebih lanjut, Anda masih dapat menghubungi saya, teman saya, yang memperkenalkan saya kepada perusahaan pinjaman ibu yang jujur lianmeylady@gmail.com
Silakan silakan jika mau, Anda masih dapat menghubungi cynthiadafaq@gmail.com
Dan Anda juga dapat menghubungi nomor WhatsApp ibu yang jujur +15614916019
email: Christabelloancompany@gmail.com
Neville Street, Prairrieville, LA, Louisiana 70769, AS
Facebook: christabel missan ibu
Nomor Whatsapp +15614916019