Kamis, 04 September 2008

Ketika Mata yang Memilih apa yang terjadi..?

Kita tidak boleh menafikan fungsi dan karunia Allah SWT, meskipun itu hanya sebagian. Kebesaran Allah akan semakin kita rasakan dengan menyikapi secara baik apa-apa yang kita dapatkan dariNya.
Fungsi melihat bagi mata, mendengar bagi telinga, meraba bagi kulit, mencium bagi hidung dan fungsi-fungsi lainnya dari organ-organ tubuh yang diberikanNya adalah sangat besar. Ketika kita memaksimalkan kesemuanya itu, dengan sendirinya keyakinan kita akan kebesaran nikmat dan karuniaNya akan bertambah. Hanya saja, ketika kita mendominankan yang satu dan mengecilkan yang lainnya, diri kita pun seakan kerdil dan kecil, bak kurcaci didongeng antah berantah, berbadan kecil dan berhati seadanya. Atau ibarat mahluk yang belum lama ini diketemukan oleh orang yang diyakini sebagai ‘penampakan’ dari Ya’juj dan Ma’juj—yang selama ini masih menjadi teka-teki—berbadan besar dan terus membesar, namun minus jiwa. Buat apa kita hidup berbadan namun tak berjiwa?

Fungsi mata harus dimaksimalkan, demikian juga dengan telinga—tanpa ada niat mengesampingkan organ yang lainnya—, sedianya, mata dan telinga adalah dua organ yang sudah merefresentasikan keberadaan organ-organ tubuh lainnya. Orang bilang, mata akan bertemu dengan otak dan telinga akan kembali kepada saluran hati.
Mungkin inilah pokok permasalahan sebenarnya, ketika kebanyakan orang Indonesia dalam memanfaatkan hak pilihnya hanya bergantung pada kekuatan mata—meski sebenarnya ketika mata disambungkan dengan otak atau rasio, minimal akan menghasilkan sebuah sintesa yang agak memadai, ia agaknya sedikit akan mencukupi kebutuhan nurani—rupanya telah melupakan saluran otak, akhirnya kita melupakan bahwa banyak diantara kita menjerumuskan diri kepada suatu fatamorgana kebohongan dan kebodohan. Bilakah hal ini terus berlanjut?
Kala kita memandang dan mengamati seseorang hanya sebatas visualitas dan mata kita yang kasat, maka yang akan nampak darinya adalah apa yang nampak pada mata kita, kita pun akan memvonis bahwa dia adalah sebagaimana yang kita lihat. Namun ketika kita mengaudio seseorang setelah sebelumnya memvisualkannya, maka penampakan yang muncul dari seseorang itu adalah akan lebih sempurna, atau minimal seimbang antara otak dan hati. Ini penting, karena dalam menilai seseorang, otak tidaklah cukup, itu masih harus diperkuat dengan adanya hati. Dan hati, mempunyai saluran yang bersambung kepada telinga.
Pepatah Arab mengatakan Jarrib wa Laahidz Takun ‘Arifan, ‘cobalah dan perhatikan niscaya kamu akan tahu’. Kata-kata ‘perhatikan’ tadi, membutuhkan dua organ yang sangat esensi, yaitu mata, tetapi sekaligus juga telinga, otak kemudian juga hati. Maka pilihlah dengan hati nurani, bukan hanya rasio, pilihlah dengan telinga, bukan hanya dengan mata.
Dunia akan menemukan sebuah titik kedamaian ketika semua warganya menggunakan telinga dan hati nuraninya dengan sangat proporsional dan tidak hanya memilih apa yang ada dihadapan mata dan di otaknya. Lebih celaka lagi orang yang hanya memilih dengan matanya saja tanpa otak dan rasionya. Apa lagi dengan meninggalkan telinga dan hatinya.
Dan inilah yang terjadi baru ini …
Ketika mata yang memilih …, ketika otak yang berpihak …
Tunggulah kehancuran!!!
Selanjutnya??? … silahkan pilih …, antara kodok atau kadal … atau hati nurani … !!!
Selamat memilih ketua PPIUM dengan otak dan hati nurani, bukan dengan kasat mata yang selanjutnya disetujui dengan otak..Jangan mau kita dibodohi dan diperbudak oleh otak kita.
Himbuan singkat COKET (Calon Ketua) PPIUM 08/09

0 komentar:

Posting Komentar