Senin, 01 September 2008

PEMIMPIN ADALAH AMANAH

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinya. Penguasa adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarga, maka akan dimintai maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin (rumah tangga suaminya), maka akan dimintai pertanggungjawabannya. Pelayan adalah pemimpin (harta tuannya), maka akan dimintai pertanggungjawaban pengelolaannya. Oleh karena kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawabannya” (HR. Bukhori Muslim).


Pejelasan :

Inti dari hadits ini adalah amanat. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak hanya berlaku untuk segelintir orang, tapi berlaku pula bagi semua orang entah itu kaya atau miskin, pengusa atau rakyat jelata.
Berbicara tentang amanah, kita akan teringat dengan sebuah ayat Al-Qur’an. Ayat itu berbunyi, kami telah tawarkan amanat itu kepada langit, bumi dan gunung,, tetapi mereka enggan memikulnya dan takut daripadanya. Sedang manusia mau memikulnya (QS. Al-Ahzab: 72).

Ibnu katsir menafsirkan kata amanah dalam ayat ini sebagai sebuah taklif atau pembebanan hukum atau undang-undang, serta pengaturan dan pelaksanaanya. Amanah berarti menerima taklif tersebut dengan jalan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dengan segala konsekwensinya. Jika ia dilaksanakan maka akan mendapatkan pahala, tapi bila ditinggalkan akan berbuah siksa.

***
Pada hakikatnya, semuanya yang ada dimuka bumi ini adalah amanah yang diberikan Allah SWT kepada manusia, baik itu dalam skala luas maupun skala sempit. Dalam skala luas, manusia adalah kholifah; pempin yang menjadi “wakil” Allah di bumi. Ia diwajibkan mengolah bumi beserta isinya secara baik dan sesuai dengan aturan dari yang memberi tugas kepemimpinan tersebut.

Dalam skala yang lebih kecil, setiap manusia memiliki amanat yang beragam. Bila seorang pemimpin, maka ia harus dapat mempertanggungjawabkan amanah kepemimpinan tersebut dihadapan Allah dan orang-orang yang memilihnya. Begitu pula bila ia seorang suami, istri ataupun seorang pembantu. Mau tidak mau ia harus bisa mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah diamanahkan kepadanya.

Diri kita beserta segenap entitas yang membentuknya termasuk pula amanah yang harus dijaga sebaik mungkin. Semiskin apapun kita, kalau berbicara masalah amanat dan kepemimpinan, kita masih dianggap seorang pemimpin. Kita adalah pemimpin kita sendiri. Kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang kita pimpin. Mata kita gunakan untuk melihat apa ? telinga kita gunakan untuk mendengar apa ? lisan kita gunakan untuk berkata apa ? begitu pula dengan akal, pikiran, hati dan organ-organ tubuh lainnya, semuanya adalah “anak buah” yang harus kita pimpin dan kita gunakan sesuai dengan fungsi penciptaannya.

Jelas, ketidak mampuan kita menjaga dan memelihara amanah tersebut akan berbuah penyesalan. Menyia-nyiakan sama artinya menentang perintah Allah (Liat QS. 2: 283; 4: 57; 8: 27). Bahkan Rosulullah akan mencap orang yang tidak mampu menjaga amanah sebagai orang yang kurang iman, bahkan tidak beriman. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu umar, beliau mengatakan, “tidak sempurna iman seseorang yang tidak memegang amanah”. Sebaliknya, bila kita mampu memimpin dan menjaganya dengan baik, maka Allah mangangkat kita menjadi pewaris surga firdaus. Allah SWT berfirman, Mereka yang suka menjaga dan memelihara amanat dan janjinya, mereka itulah yang menjadi pewaris surga Firdaus. Mereka kekal didalamnya (QS, Ai-Mu’minun: 8-11)

0 komentar:

Posting Komentar